Pengertian Thaharah

Advertisement
Jejak Pendidikan- Secara etimologi, thaharah berarti bersuci, lebih lengkapnya, adalah membersihkan diri daripada segala kekotoran yang ada dalam bentuk nyata seperti najis, atau bentuk ma’nawi seperti perkara yang mengaibkan atau sifat-sifat keji. sedangkan menurut terminology syara’, thaharah adalah suatu perbuatan yang menyebabkan bolehnya melakukan sholat atau hal lain yang hukumnya seperti shalat. Misalkan berwudhu (bagi orang yang memiliki hadats kecil), mandi (bagi yang berhadats besar) dan menghilangkan najis daripada pakaian, badan dan juga tempat.

Thaharah atau bersuci, merupakan suatu hal yang sangat penting kaitannya dalam ibadah yang akan dilakukan. Kata thaharah itu sendiri adalah ism mashdar dan fi’il madhi thahara yuthahhiru tahiran dan thaharatan. Hakikat pengertiannya adalah penggunaan alat yang menyucikan yaitu air atau tanah (debu) atau salah satu dari keduanya menurut cara yang disyariatkan oleh agama dalam menghilangkan hadats dan najis.

Menurut istilah ahli fiqh, thaharah adalah “membersihkan diri dari hadats dengan berwudhu, mandi dan tayammun, dan membersihkan diri dari kotoran (najasah) baik yang melekat pada diri, pakaian, perkakas maupun tempat”. Menurut istilah ilmu tasawwuf, thaharah adalah “Membersihkan diri (jiwa) dari dosa dan kelakuan keji (munkar).

Dikutip dari Syekh Ahmad Jad yang mengartikan thaharah yang secara bahasa artinya bersuci dari najis dan kotoran, baik yang tampak maupun yang tidak. Menurut istilah syariat, berarti mengangkat dan menghilangkan hadats serta sifatnya yang menghalangi seseorang untuk mengerjakan shalat dan ibadah lainnya. Begitu pula untuk meghilangkan najis yang menempel di badan, pakaian dan tempat. Hadats terdiri dari dua macam, yakni hadats kecil atau sesuatu yang dapat membatalkan wudhu, dan hadats besar atau sesuatu yang mewajibkan kita untuk mandi baik disebabkan persetubuhan tubuh maupun keluarnya sperma, haid maupun nifas. Cara membersihkan hadats kecil yaitu dengan berwudhu dan cara membersihkan hadats besar yakni dengan mandi.

Dengan kata lain thaharah adalah bersuci yang dapat dilakukan dengan berwudhu, mandi tayammum atau mencuci pakaian. Oleh sebab itu, Setiap muslim penting dan wajib mamahami serta mengetahui cara-cara dan syaratsyarat bersuci. Selain itu juga wajib mempelajari aturan-aturan serta hokumhukum yang berhubungan dengannya, sebab bersuci merupakan salah satu syarat sah ibadah, seperti salat, membaca Al-Qur’an dan tawaf di kabah.

Dengan melakukan thaharah ini secara rutin (paling tidak lima kali dalam sehari), kita akan selalu ingat dan melakukan refleksi akan kesucian dan kebersihan diri sepanjang harinya. Thaharah merupakan simbol aksi gerakan bersih “luar dalam” yang disyari’atkan oleh Islam. Aksi yang harus diimplementasikan dalam kehidupan sehari-hari. Thaharah bukan hanya wacana ritual belaka yang tidak memiliki makna, tetapi aksi yang akan mengikis segala bentuk “kekotoran” yang melekat dalam hidup kita. Seorang Muslim yang beriman akan menghiasi dirinya dengan hal-hal yang bersifat sacral dan suci. Oleh karena itu, keimanan memperlihatkan kejernihan perbuatan dan kemuliaan akhlak yang dimulai dengan kebersihan badan secara baik.

Al-Ghazali menyatakan, para ahli bashirah (orang-orang yang jernih hati dan akalnya) menyadari bahwa perkara penting (dalam agama) adalah menyucikan hati. Sebab, Hadits Nabi saw yang berbunyi, “Kesucian itu adalah setengah dari Iman”, maksudnya tidak mungkin berupa keharusan membangun kebersihan tubuh dengan  enyiramkan air, tetapi pada saat bersamaan merobohkan kesucian batin dengan membiarkannya dipenuhi oleh hal-hal yang keji dan kotor. Dalam hal ini Al-Ghazali mengungkapkan bahwa arti sebenarnya dalam thaharah (bersuci) tak hanya untuk membersihkan bagian tubuh (jasmani) namun keseluruhan tubuh mencakup bagian luar (jasmani) dan bagian dalam (ruhani).

Al-Ghazali adalah ulama besar di bidang hukum, disamping keahliannya dibidang kalam, filsafat dan tasawuf (1058-1111 M). Memiliki nama lengkap Abu Hamid Ibn Muhammad Ibn Muhammmad Ibn Taud Ahmad al-Tusi al-Syafi’i. Al-Ghazali sangat terkenal di Kota Baghdad, memiliki halaqah pengajian yang sangat ramai dan penulis banyak karya ilmiah. Salah satu karyanya yang monumental adalah Ihya Ulum al-Din yang diterbitkan saat Al-Ghazali tinggal di Damaskus.

Al-Ghazli mengungkapkan, pada dasarnya bersuci (thaharah) itu memiliki empat tingkatan yaitu :
  1. Thaharah badan dari segala macam kotoran, hadats dan najasah
  2. Thaharah ruh dari dosa, kesalahan dan maksiat
  3. Thaharah jiwa dari segala perangai yang keji, buruk dan hina rendah
  4. Thaharah sirr (rahasia hati) dari segala sesuatu selain Allah.


Tingkatan keempat ini merupakan kesucian yang dimiliki para nabi dan shadiqin (orang-orang yang teguh membenarkan agama di tengah banyak orang yang mendustakannya).



Rujukan:
  1. Abu Daud Sulaiman, Musnad Abi Daud Al-Thayalisi, (Maktabah Syamilah),
  2. Zulkifli bin Mohammad al-Bakri dkk, Terjemahan Al-Fiqh Al-Manhaj madzhab Al-Syafie, (Kuala Lumpur : Jabatan Kemajuan Islam, 2011),
  3. Abu Bakar Muhammad, terjemaham Subulu As-Salam, (Surabaya : Al-Ikhlas), 8 Teungku Muhammad Hasbi, Korelasi hadits-hadits hokum 1, (Jakarta : Bhakti Guna, 1994
  4. Syekh Ahmad Jad, Fikh wanita dan keluarga, (Jakarta : Kaysa Media, 2003).
  5. Al-Ghozali, Rahasia bersuci, diterjemahkan dar kitab ihyaul ulumuddin, (Bandung : Mizan, 2015)

Subscribe to receive free email updates: