Model Pembelajaran Discovery (Penemuan)

Advertisement
Jejak Pendidikan- Model Pembelajaran
1. Pengertian Model Pembelajaran
Model pembelajaran merupakan landasan praktik pembelajaran hasil penurunan teori psikologi pendidikan dan teori belajar yang dirancang berdasarkan analisis terhadap implementasi kurikulum dan implikasinya pada tingkat operasional di kelas. Model pembelajaran dapat diartikan pula sebagai pola yang digunakan untuk penyusunan kurikulum, mengatur materi, dan memberi petunjuk kepada guru di kelas. Suprijono (2009: 65) menyatakan bahwa model pembelajaran ialah pola yang digunakan sebagai pedoman dalam merencanakan pembelajaran baik di kelas maupun tutorial. Arends (Suprijono, 2009: 65) mengemukakan bahwa, model pembelajaran mengacu pada pendekatan yang digunakan, termasuk di dalamnya tujuan-tujuan pembelajaran, tahap-tahap dalam kegiatan pembelajaran, lingkungan pembelajaran, dan pengelolaan kelas.

Zubaidi (2011: 185) juga memaparkan model pembelajaran adalah bentuk pembelajaran yang tergambar dari awal sampai akhir yang disajikan secara khas oleh guru di kelas. Sejalan dengan pendapat 11 tersebut, Wisudawati & Sulistyowati (2013: 48) menyatakan bahwa model pembelajaran merupakan kerangka konseptual yang melukiskan prosedur secara sistematis dalam mengorganisasikan pengalaman belajar untuk mencapai tujuan pembelajaran. Selanjutnya Abidin (2014: 116) mengartikan model sebagai gambaran mental yang membantu mencerminkan dan menjelaskan pola pikir dan pola tindakan atas suatu hal, selanjutnya pembelajaran adalah kegiatan yang dilakukan guru dalam rangka menciptakan suasana yang kondusif bagi siswa belajar. Dapat disimpulkan bahwa model pembelajaran adalah suatu pola pendekatan ataupun bentuk pembelajaran yang digunakan oleh guru dalam upaya mencapai tujuan belajar. Selain itu model pembelajaran berfungsi sebagai pedoman bagi perancang pembelajaran guna melaksanakan kegiatan belajar mengajar.

2. Macam-macam Model Pembelajaran
Pembelajaran yang baik adalah pembelajaran yang dapat melibatkan siswa secara aktif dalam pembelajaran, sehingga dapat menciptakan generasi yang inovatif dan kreatif. Pelibatan siswa dalam pembelajaran tidak terlepas dari penggunaan model pembelajaran yang mampu mengarahkan siswa untuk terlibat dalam pembelajaran. Sani (2014: 76) mengemukakan beberapa model pembelajaran yang dapat diterapkan dalam pembelajaran dengan mengintegrasikan elemen-elemen langkah ilmiah yaitu pembelajaran berbasis inkuiri, pembelajaran penemuan (discovery learning), pembelajaran berbasis masalah (problem based learning), dan pembelajaran berbasis proyek (project based learning).

Kurniasih (2014: 64) mengemukakan bahwa model pembelajaran yang mengembangkan potensi siswa sebagai berikut.
a.    Discovery (model pembelajaran penemuan)
Discovery adalah teori belajar yang didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila pelajar tidak disajikan dengan pelajaran dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasikan sendiri.

b.    Problem based learning (pembelajaran berbasis masalah)
Problem based learning merupakan sebuah pendekatan pembelajaran yang menyajikan masalah kontekstual sehingga merangsang peserta didik untuk belajar.

c.    Project based learning (pembelajaran berbasis proyek)
Pembelajaran berbasis proyek adalah metode pembelajaran yang menggunakan proyek/kegiatan sebagai media, siswa melakukan eksplorasi, penilaian, interpretasi, sintesis, dan informasi untuk menghasilkan berbagai bentuk hasil belajar.

Macam-macam model yang telah diuraikan untuk menggali pengetahuan siswa dan mengembangkan potensi siswa antara lain: a) discovery, b) pembelajaran berbasis masalah, c) pembelajaran berbasis proyek, dan d) pembelajaran inkuiri.

Model discovery (Penemuan)
1. Pengertian Model discovery (Penemuan)
Penemuaan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Model ini menekankan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam proses pembelajaran.  Hosnan (2014: 281) mendefinisikan discovery adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar siswa aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan, tidak akan mudah dilupakan siswa.

Abidin (2014: 175) menyebutkan discovery didefinisikan sebagai proses pembelajaran bila siswa disajikan materi pembelajaran yang masih bersifat belum tuntas atau belum lengkap. Hal tersebut menuntut siswa menyingkapkan beberapa informasi yang diperlukan untuk melengkapi materi ajar tersebut. Berdasarkan beberapa pendapat di atas, dapat disimpulkan discovery adalah suatu model pembelajaran yang digunakan dalam pendekatan konstruktivis modern. Discovery mendorong siswa untuk belajar sendiri melalui keterlibatan aktif dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang menyebabkan hasil yang diperoleh dari proses pembelajaran akan tahan lama dalam ingatan siswa.

Penemuan (discovery) merupakan suatu model pembelajaran yang dikembangkan berdasarkan pandangan konstruktivisme. Menurut Kurniasih & Sani (2014: 64) discovery learning didefinisikan sebagai proses pembelajaran yang terjadi bila materi pembelajaran tidak disajikan dalam bentuk finalnya, tetapi diharapkan siswa mengorganisasi sendiri. Selanjutnya, Sani (2014: 97) mengungkapkan bahwa discovery adalah menemukan konsep melalui serangkaian data atau informasi yang diperoleh melalui pengamatan atau percobaan.

Pernyataan lebih lanjut dikemukakan oleh Hosnan (2014: 282) bahwa discovery learning adalah suatu model untuk mengembangkan cara belajar aktif dengan menemukan sendiri, menyelidiki sendiri, maka hasil yang diperoleh akan setia dan tahan lama dalam ingatan. Melalui belajar penemuan, siswa juga bisa belajar berpikir analisis dan mencoba memecahkan sendiri masalah yang dihadapi. Wilcox (dalam Hosnan, 2014: 281) menyatakan bahwa dalam pembelajaran dengan penemuan, siswa didorong untuk belajar sebagian besar melalui keterlibatan aktif mereka sendiri dengan konsep-konsep dan prinsip-prinsip dan guru mendorong siswa untuk memiliki pengalaman dan melakukan percobaan yang memungkinkan mereka menemukan prinsip-prinsip untuk diri mereka sendiri.

Model discovery merupakan pembelajaran yang menekankan pada pengalaman langsung dan pentingnya pemahaman struktur atau ide-ide penting terhadap suatu disiplin ilmu, melalui keterlibatan siswa secara aktif dalam pembelajaran. Bahan ajar yang disajikan dalam bentuk pertanyaan atau permasalahan yang harus diselesaikan. Jadi siswa memperoleh pengetahuan yang belum diketahuinya tidak melalui pemberitahuan, melainkan melalui penemuan sendiri. Bruner (dalam Kemendikbud, 2013b: 4) mengemukakan bahwa proses belajar akan berjalan dengan baik dan kreatif jika guru memberikan kesempatan pada siswa untuk menemukan suatu konsep, teori, aturan, atau pemahaman melalui contoh-contoh yang dijumpai dalam kehidupannya.

Penggunaan discovery learning, ingin merubah kondisi belajar yang pasif menjadi aktif dan kreatif. Mengubah pembelajaran yang teacher oriented ke student oriented. Mengubah modus Ekspositori, siswa hanya menerima informasi secara keseluruhan dari guru ke modus discovery, siswa menemukan informasi sendiri. Sardiman (dalam Kemendikbud, 2013b: 4) mengungkapkan bahwa dalam mengaplikasikan model discovery learning guru berperan sebagai pembimbing dengan memberikan kesempatan kepada siswa untuk belajar secara aktif, guru harus dapat membimbing dan mengarahkan kegiatan belajar siswa sesuai dengan tujuan. Menindaklanjuti beberapa pendapat yang telah dikemukakan para ahli, penulis menyimpulkan bahwa model discovery learning adalah suatu proses pembelajaran yang penyampaian materinya disajikan secara tidak lengkap dan menuntut siswa terlibat secara aktif untuk menemukan sendiri suatu konsep ataupun prinsip yang belum diketahuinya.

2. Karakteristik Model discovery (Penemuan)
Setiap model pembelajaran, memiliki karakteristik masing-masing untuk membedakan model yang satu dengan model yang lain. Seperti yang diungkapkan Hosnan (2014: 284) bahwa ciri utama belajar menemukan, yaitu:
  • Mengeksplorasi dan memecahkan masalah untuk menciptakan, menggabungkan, dan menggeneralisasi pengetahuan.
  • Berpusat pada siswa.
  • Kegiatan untuk menggabungkan pengetahuan baru dan pengetahuan yang sudah ada.


Hosnan (2014: 285) juga menyebutkan sejumlah ciri pembelajaran yang ditekankan oleh teori konstruktivisme, yaitu sebagai berikut.
  • Menekankan pada proses belajar, bukan mengajar.
  • Mendorong terjadinya kemandirian dan inisiatif belajar pada siswa.
  • Memandang siswa sebagai pencipta kemauan dan tujuan yang ingin dicapai.
  • Berpandangan bahwa belajar merupakan suatu proses, bukan menemukan pada hasil.
  • Mendorong siswa untuk mampu melakukan penyelidikan.
  • Menghargai peranan kritis dalam belajar.
  • Mendorong berkembangnya rasa ingin tahu pada siswa.
  • Penilaian belajar lebih menekankan pada kinerja dan pemahaman siswa.
  • Mendasarkan proses belajarnya pada prinsip-prinsip kognitif.
  • Banyak menggunakan terminilogi kognitif untuk menjelaskan proses pembelajaran.
  • Menekankan pentingnya ”bagaimana” siswa belajar.
  • Mendorong siswa untuk berpartisipasi aktif dalam dialog atau diskusi dengan siswa lain dan guru.
  • Sangat mendukung terjadinya belajar kooperatif.
  • Menekankan pentingnya konteks dalam belajar.
  • Memperhatikan keyakinan dan sikap siswa dalam belajar.
  • Memberikan kesempatan kepada siswa untuk membangun pengetahuan dan pemahaman baru yang didasari dalam pengalaman nyata.


Berdasarkan ciri-ciri pembelajaran konstruktivisme tersebut, Hosnan (2014: 285) juga memaparkan penerapanya di dalam kelas, di antaranya:
  • Mendorong kemandirian dan inisiatif siswa dalam belajar.
  • Guru mengajukan pertanyaan terbuka dan memberikan kesempatan beberapa waktu kepada siswa untuk merespon.
  • Mendorong siswa berpikir tingkat tinggi.
  • Siswa terlibat secara aktif dalam dialog atau diskusi dengan guru atau siswa lainnya.
  • Siswa dilibatkan dalam pengetahuan yang mendorong dan meningkatkan terjadinya diskusi. 
  • Guru menggunakan data mentah, sumber-sumber utama, dan materi-materi interaktif.


3. Tujuan Model discovery
Setiap model pembelajaran memiliki tujuan yang ingin dicapai. Seperti yang diungkapkan Bell (Hosnan, 2014: 284) beberapa tujuan spesifik dari pembelajaran dengan discovery di antaranya:
  • Dalam discovery siswa memiliki kesempatan untuk terlibat secara aktif dalam pembelajaran. Kenyataan menunjukkan bahwa partisipasi banyak siswa dalam pembelajaran meningkat ketika penemuan digunakan.
  • Melalui pembelajaran dengan discovery, siswa belajar menemukan pola dalam situasi kongkret maupun abstrak, juga siswa banyak meramalkan informasi tambahan yang diberikan.
  • Siswa juga belajar merumuskan strategi tanya jawab yang tidak rancu dan menggunakan tanya jawab untuk memperoleh informasi yang bermanfaat dalam menemukan.
  • Pembelajaran dengan discovery membantu siswa membentuk cara kerja bersama yang efektif, saling informasi, serta mendengar dan menggunakan ide-ide orang lain.
  • Terdapat beberapa fakta yang menunjukkan bahwa keterampilan- keterampilan, konsep-konsep dan prinsip-prinsip yang dipelajari melalui penemuan lebih bermakna.
  • Keterampilan yang dipelajari dalam situasi belajar penemuan dalam beberapa kasus, lebih mudah ditransfer untuk aktivitas baru dan diaplikasikan dalam situasi belajar yang baru.

  
4. Kelebihan dan Kelemahan Model discovery
Setiap model pembelajaran memiliki kelebihan dan kekurangan, sebagaimana model discovery juga memiliki kelemahan dan kelebihan yang perlu dicermati untuk keberhasilan penggunaannya. Hosnan (2014: 287) menyebutkan kelebihan discovery (penemuan) antara lain:
  • Membantu peserta didik memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
  • Dapat meningkatkan kemampuan siswa untuk memecahkan masalah (problem solving).
  • Pengetahuan yang diperoleh melalui metode ini sangat pribadi dan sangat ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  • Memungkinkan peserta didik berkembang dengan cepat dan sesuai dengan kecepatanya sendiri.
  • Menyebabkan peserta didik mengarahkan kegiatan belajarnya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  • Peserta didik akan mengerti konsep dasar dan ide-ide lebih baik.
  • Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer pada situasi proses belajar yang baru.
  • Mendorong peserta didik berpikir dan bekerja atas inisiatif sendiri.
  • Memberikan keputusan yang bersifat intrinsic.
  • Situasi proses belajar menjadi lebih terangsang.
  • Menimbulkan rasa senang pada pesrta didik, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  • Mendorong keterlibatan keaktifan siswa.
  • Dapat meningkatkan motivasi.
  • Meningkatkan tingkat penghargaan pada peserta didik.
  • Melatih siswa belajar mandiri.


Sedangkan kelemahan dari penerapan model ini disebutkan oleh Hosnan (2014: 288) antara lain:
  1. Guru merasa gagal mendeteksi masalah dan adanya kesalahpahaman antarguru dengan siswa.
  2. Menyita waktu banyak.
  3. Menyita pekerjaan guru.
  4. Tidak semua siswa mampu melakukan penemuan.


Kurniasih (2014: 66) juga mengungkapkan keuntungan model discovery sebagai berikut:
  1. Membantu siswa untuk memperbaiki dan meningkatkan keterampilan-keterampilan dan proses-proses kognitif.
  2. Pengetahuan yang diperoleh melalui model ini sangat pribadi dan ampuh karena menguatkan pengertian, ingatan dan transfer.
  3. Menimbulkan rasa senang pada siswa, karena tumbuhnya rasa menyelidiki dan berhasil.
  4. Menyebabkan siswa mengarahkan kegiatan belajaranya sendiri dengan melibatkan akalnya dan motivasi sendiri.
  5. Model ini dapat membantu siswa memperkuat konsep dirinya, karena memperoleh kepercayaan bekerja sama dengan yang lainnya.
  6. Berpusat pada siswa dan guru berperan sama-sama aktif mengeluarkan gagasan-gagasan.
  7. Membantu siswa menghilangkan keragu-raguan.
  8. Membantu dan mengembangkan ingatan dan transfer kepada situasi proses belajar yang baru.
  9. Kemungkinan siswa belajar dengan memanfaatkan berbagai jenis sumber belajar.
  10. Mendorong siswa berfikir intuisi dan merumuskan hipotesis sendiri.


Selain kelebihan Kurniasih (2014: 66) juga menyebutkan kelemahan dari model discovery anata lain:
  1. Bagi siswa kurang pandai, akan mengalami kesulitan abstrak atau berfikir atau mengungkapkan hubungan antara konsep-konsep.
  2. Harapan-harapan yang terkandung dalam model ini dapat buyar berhadapan dengan siswa dan guru yang telah terbiasa dengan caracara belajar yang lama.
  3. Tidak menyediakan kesempatan-kesempatan untuk berfikir yang akan ditemukan oleh siswa karena telah dipilih terlebih dahulu oleh guru.


Penjelasan di atas, dapat disimpulkan bahwa model discovery tidak hanya memiliki keuntungan tetapi juga memiliki kelemahan. Untuk mengatasi kelemahan maka guru harus memperhatikan hal-hal yang telah dikemukakan.

5. Langkah-langkah Model discovery
Model discovery memiliki beberapa langkah pada implementasinya dalam proses pembelajaran. Syah (Abidin, 2014: 177) mengemukakan bahwa langkah-langkah ataupun tahapan-tahapan discovery adalah sebagai berikut.

1. Stimulasi.
Pada tahap ini siswa dihadapkan pada sesuatu yang menimbulkan kebingungan dan dirangsang untuk melakukan kegiatan penyelidikan guna menjawab kebingungan tersebut. Kebingungan dalam diri siswa ini sejalan dengan adanya informasi yang belum tuntas disajikan guru.

2. Menyatakan masalah.
Pada tahap ini siswa diarahkan untuk mengidentifikasi sebanyak mungkin masalah yang relevan dengan bahan pelajaran, kemudian salah satunya dipilih dan dirumuskan dalam bentuk hipotesis.

3. Pengumpulan data.
Pada tahap ini siswa ditugaskan untuk melakukan kegiatan eksplorasi, pencarian, dan penelusuran dalam rangka mengumpulkan informasi sebanyak-banyaknya yang relevan untuk membuktikan benar hipotesis yang telah diajukan. Kegiatan ini dapat dilakukan melalui aktivitas wawancara, kunjungan lapangan, dan atau kunjungan pustaka.

4. Pengolahan data
Pada tahap ini siswa mengolah data dan informasi yang telah diperolehnya baik melalui wawancara, observasi, dan sebagainya, lalu ditafsirkan.

5. Pembuktian
Pada tahap ini siswa melakukan pemeriksaan secara cermat untuk membuktikan benar atau tidaknya hipotesis yang ditetapkan tadi dengan temuan alternative, dihubungkan dengan hasil pengolahan data.

6. Menarik kesimpulan.
Pada tahap ini siswa menarik sebuah kesimpulan yang dapat dijadikan prinsip umum dan berlaku untuk semua kejadian atau masalah yang sama, dengan memperhatikan hasil vertifikasi.

Selain langkah-langkah tersebut, Kurniasih, dkk. (2014: 68) juga menyatakan bahwa langkah pelaksanaan model discovery sebagai berikut.
  • Menentukan tujuan pembelajaran.
  • Melakukan identifikasi karakter peserta didik (kemampuan awal, minat, gaya belajar, dan sebagainya).
  • Memilih materi pelajaran.
  • Menentukan topik-topik yang harus dipelajari peserta didik secara induktif (dari contoh-contoh generalisasi).
  • Mengembangkan bahan-bahan belajar yang berupa contoh-contoh, ilustrasi, tugas dan sebagainya untuk dipelajari siswa.
  • Mengatur topik-topik pelajaran dari yang sederhana ke kompleks, dari yang konkret ke yang abstrak, atau dari tahap enektif, ikonik sampai ke simbolik.
  • Melakukan penilaian proses hasil belajar peserta didik.


Pada pembahasan ini, penulis menggunakan langkah-langkah model pembelajaran discovery menurut Syah yang meliputi:
  1. Stimulasi
  2. Menyatakan masalah
  3. Pengumpulan data
  4. Pengolahan data
  5. Pembuktian
  6. Menarik kesimpulan.

Subscribe to receive free email updates: