Advertisement
Jejak Pendidikan- Ensiklopedia Indonesia menyebutkan, bahwa lotre (Belanda Loterij atau undian berhadiah, atau nasib, peruntungan), undian berhadiah barang atas dasar syarat-syarat tertentu yang ditetapkan sebelumnya. Menang atau kalah sangat bergantung kepada nasib.
Dalam ensiklopedi hukum Islam dijelaskan bahwa undian (qur’ah) merupakan upaya memilih sebagai pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang tersedia dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap pilihan yang tersedia itu memiliki kemungkinan (probabilitas) yang sama besarnya untuk terpilih. Undian merupakan upaya paling mampu menjauhkan unsur keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang jauh sama sekali dari perjudian.
Mengacu pada pengertian di atas, kata undian bersinonim dengan pengertian lotre, di mana dalam lotre terdapat unsur spekulatif (untung-untungan mengadu nasib). Namun, di masyarakat kata undian dan lotre pengertiannya dibedakan, sehingga hukumnya pun berbeda. Undian hukumnya boleh, seperti halnya dalam undian kuis berhadiah dalam acara televisi. Sedangkan dalam lotre ada pihak yang dirugikan, oleh karena itu hukumnya haram.
Kupon-kupon undian banyak ditemukan dalam majalah dan surat kabar. Di Inggris, karena banyak negara yang bersaing dalam penjualan bensin, dan berusaha menarik konsumen maka pompa-pompa bensin juga dijadikan tempat untuk mendapatkan kupon-kupon undian. Bahkan di kedai-kedai minuman pun bisa memperoleh kupon undian, misalnya: label pada leher botol atau pada sisi kaleng bir, bahkan kadang-kadang alas gelas minum pun digunakan untuk mempromosikan undian. Tetapi tempat yang paling umum dan menjadi pusat bagi berbagai kupon undian adalah pada pasar swalayan. Kebanyakan undian diadakan untuk mempromosikan suatu produk, terutama makanan dan alat-alat rumah tangga.
Definisi Undian menurut Undang-nndang Nomor 22 tahun 1954 tentang Undian yang berbunyi
Hadiah dalam bahasa Arab berasal dari kata (الهَدِيَّةُ). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hadiah diartikan sebagai bentuk pemberian, ganjaran (karena memenangkan suatu perlombaan); pemberian dalam rangka kenang-kenangan; cendera mata. Hadiah dalam Islam kerap kali diserupakan dengan hibah dan sedekah karena dianggap memiliki makna yang sangat berdekatan. Seperti yang diutarakan Abdul Aziz Muhammad Azzam bahwa hibah, pemberian (‘athiyah) dan sedekah maknanya sangat berdekatan. Semua berupa pemberian atas hak milik seseorang sewaktu masih hidup tanpa ada ganti. Karena penyebutan nama pemberian (‘athiyah) mencakup semuanya baik sedekah (zakat), dan hadiah.
Pengertian hadiah secara istilah adalah pemberian berupa uang, barang, ataupun jasa yang dilakukan tanpa ada kompensasi balik seperti yang terjadi dalam perdagangan. Walaupun pemberi hadiah terkadang mengharapkan adanya imbal balik dalam bentuk nama baik. Dalam hubungan manusia, tindakan pemberian hadiah berperan dalam meningkatkan kedekatan sosial.
Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan bahwa hadiah merupakan pengertian dari hibah, yang mana hibah dimaknai sebagai suatu pemberian atau hadiah yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt tanpa mengharapkan balasan apapun. Sayyid Sabiq mendefinisikan hadiah sebagai bentuk hibah yang tidak ada keharusan bagi pihak yang diberi hibah untuk menggantinya dengan imbalan. Secara umum, hadiah sangat disukai seluruh lapisan masyarakat. Tidak heran jika para tenaga pemasaran di perbankan juga menggunakan hadiah sebagai sarana dalam membantu memasarkan produk-produk perbankan. Hadiah menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh para konsumen. Hadiah merupakan bagian dari strategi pemasaran yang biasa dilakukan oleh suatu perusahaan atau perbankan untuk memelihara hubungan antara pihak perusahaan dengan konsumen agar para konsumen tidak berlari ke perusahaan atau bank lain. Hadiah dapat juga diberikan jika para konsumen sudah merasa jenuh terhadap produk milik produsen serta untuk menjaga loyalitas pelanggan.
Menurut Imam Syafi’i, hadiah adalah pemberian kepada orang lain dengan maksud untuk dimiliki sebagai bentuk penghormatan. Pemberian untuk dimiliki tanpa minta ganti disebut hadiah. Wahhab az-Zuhaili membedakan antara hibah, hadiah, sedekah, dan ‘athiyah meskipun kesemuanya merupakan bentuk pemberian. Wahbah az-Zuhaili mengatakan jika seseorang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan, maka itu adalah sedekah. Jika sesuatu tersebut dibawa orang yang layak mendapatkan hadiah sebagai hadiah untuk menciptakan keakraban, maka itu adalah hibah. Sedangkan ‘athiyah adalah pemberian seseorang yang dilakukan ketika dia dalam keadaan sakit menjelang kematian.
Sama halnya yang tertuang dalam Ensiklopedi Fiqh Muamalah membedakan hadiah dengan hibah. Karena hadiah merupakan pemberian tanpa imbalan yang dibawa kepada orang yang diberi sebagai bentuk penghormatan dan kemuliaan, sedangkan hibah adalah pemberian tanpa disertai imbalan. Oleh karena itu, pemberian harta tidak bergerak tidak termasuk hadiah.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hadiah adalah suatu bentuk pemberian yang diberikan secara sukarela sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan terhadap pihak penerima tanpa disertai dengan penggantian. Hadiah merupakan bagian dari hibah, sedekah dan ‘athiyah karena masing-masing memiliki persamaan dan berbedaan pada substansinya.
Dalam ensiklopedi hukum Islam dijelaskan bahwa undian (qur’ah) merupakan upaya memilih sebagai pilihan (alternatif) dari keseluruhan pilihan yang tersedia dengan cara sedemikian rupa sehingga setiap pilihan yang tersedia itu memiliki kemungkinan (probabilitas) yang sama besarnya untuk terpilih. Undian merupakan upaya paling mampu menjauhkan unsur keberpihakan dalam memilih dan dapat dilakukan untuk maksud-maksud yang jauh sama sekali dari perjudian.
Mengacu pada pengertian di atas, kata undian bersinonim dengan pengertian lotre, di mana dalam lotre terdapat unsur spekulatif (untung-untungan mengadu nasib). Namun, di masyarakat kata undian dan lotre pengertiannya dibedakan, sehingga hukumnya pun berbeda. Undian hukumnya boleh, seperti halnya dalam undian kuis berhadiah dalam acara televisi. Sedangkan dalam lotre ada pihak yang dirugikan, oleh karena itu hukumnya haram.
Kupon-kupon undian banyak ditemukan dalam majalah dan surat kabar. Di Inggris, karena banyak negara yang bersaing dalam penjualan bensin, dan berusaha menarik konsumen maka pompa-pompa bensin juga dijadikan tempat untuk mendapatkan kupon-kupon undian. Bahkan di kedai-kedai minuman pun bisa memperoleh kupon undian, misalnya: label pada leher botol atau pada sisi kaleng bir, bahkan kadang-kadang alas gelas minum pun digunakan untuk mempromosikan undian. Tetapi tempat yang paling umum dan menjadi pusat bagi berbagai kupon undian adalah pada pasar swalayan. Kebanyakan undian diadakan untuk mempromosikan suatu produk, terutama makanan dan alat-alat rumah tangga.
Definisi Undian menurut Undang-nndang Nomor 22 tahun 1954 tentang Undian yang berbunyi
Tiap-tiap kesempatan yang diadakan oleh suatu badan untuk mereka yang telah memenuhi syarat-syarat tertentu dapat ikut serta memperoleh hadiah berupa uang atau benda, yang akan diberikan kepada peserta-peserta yang ditunjuk sebagai pemegang dengan jalan undi atau dengan lain cara menentukan untung yang tidak terbanyak dapat dipengaruhi oleh peserta sendiri.Dari definisi atau pengertian “undian” yang diberikan oleh undang-undang terkandung makna bahwa yang dimaksud adalah: undian murni (tidak disertai tujuan hal lain seperti halnya undian promosi yang tujuannya memperlancar pemasaran produk). Undian tersebut diadakan oleh suatu badan, dengan para pesertanya adalah mereka yang telah memenuhi syarat tertentu, yang karena telah memenuhi syarat tertentu maka punya kesempatan untuk memperoleh hadiah berupa uang atau benda. Kemudian mereka yang punya kesempatan ikut undian tersebut diundi atau dengan lain cara untuk menentukan siapa-siapa yang memenangkan hadiah undian tersebut. Adapun terhadap cara untuk memenangkan undian tersebut para peserta undian tidak dapat berbuat banyak selain menunggu keberuntungan, kehadiran “Dewi Fortuna” betul-betul merupakan tumpuan harapan para peserta undian.
Hadiah dalam bahasa Arab berasal dari kata (الهَدِيَّةُ). Dalam Kamus Bahasa Indonesia, hadiah diartikan sebagai bentuk pemberian, ganjaran (karena memenangkan suatu perlombaan); pemberian dalam rangka kenang-kenangan; cendera mata. Hadiah dalam Islam kerap kali diserupakan dengan hibah dan sedekah karena dianggap memiliki makna yang sangat berdekatan. Seperti yang diutarakan Abdul Aziz Muhammad Azzam bahwa hibah, pemberian (‘athiyah) dan sedekah maknanya sangat berdekatan. Semua berupa pemberian atas hak milik seseorang sewaktu masih hidup tanpa ada ganti. Karena penyebutan nama pemberian (‘athiyah) mencakup semuanya baik sedekah (zakat), dan hadiah.
Pengertian hadiah secara istilah adalah pemberian berupa uang, barang, ataupun jasa yang dilakukan tanpa ada kompensasi balik seperti yang terjadi dalam perdagangan. Walaupun pemberi hadiah terkadang mengharapkan adanya imbal balik dalam bentuk nama baik. Dalam hubungan manusia, tindakan pemberian hadiah berperan dalam meningkatkan kedekatan sosial.
Ensiklopedi Hukum Islam menyebutkan bahwa hadiah merupakan pengertian dari hibah, yang mana hibah dimaknai sebagai suatu pemberian atau hadiah yang dilakukan secara sukarela dalam mendekatkan diri kepada Allah Swt tanpa mengharapkan balasan apapun. Sayyid Sabiq mendefinisikan hadiah sebagai bentuk hibah yang tidak ada keharusan bagi pihak yang diberi hibah untuk menggantinya dengan imbalan. Secara umum, hadiah sangat disukai seluruh lapisan masyarakat. Tidak heran jika para tenaga pemasaran di perbankan juga menggunakan hadiah sebagai sarana dalam membantu memasarkan produk-produk perbankan. Hadiah menjadi hal yang ditunggu-tunggu oleh para konsumen. Hadiah merupakan bagian dari strategi pemasaran yang biasa dilakukan oleh suatu perusahaan atau perbankan untuk memelihara hubungan antara pihak perusahaan dengan konsumen agar para konsumen tidak berlari ke perusahaan atau bank lain. Hadiah dapat juga diberikan jika para konsumen sudah merasa jenuh terhadap produk milik produsen serta untuk menjaga loyalitas pelanggan.
Menurut Imam Syafi’i, hadiah adalah pemberian kepada orang lain dengan maksud untuk dimiliki sebagai bentuk penghormatan. Pemberian untuk dimiliki tanpa minta ganti disebut hadiah. Wahhab az-Zuhaili membedakan antara hibah, hadiah, sedekah, dan ‘athiyah meskipun kesemuanya merupakan bentuk pemberian. Wahbah az-Zuhaili mengatakan jika seseorang bertujuan untuk mendekatkan diri kepada Allah dengan memberikan sesuatu kepada orang yang membutuhkan, maka itu adalah sedekah. Jika sesuatu tersebut dibawa orang yang layak mendapatkan hadiah sebagai hadiah untuk menciptakan keakraban, maka itu adalah hibah. Sedangkan ‘athiyah adalah pemberian seseorang yang dilakukan ketika dia dalam keadaan sakit menjelang kematian.
Sama halnya yang tertuang dalam Ensiklopedi Fiqh Muamalah membedakan hadiah dengan hibah. Karena hadiah merupakan pemberian tanpa imbalan yang dibawa kepada orang yang diberi sebagai bentuk penghormatan dan kemuliaan, sedangkan hibah adalah pemberian tanpa disertai imbalan. Oleh karena itu, pemberian harta tidak bergerak tidak termasuk hadiah.
Berdasarkan keterangan di atas, penulis dapat mengambil kesimpulan bahwa hadiah adalah suatu bentuk pemberian yang diberikan secara sukarela sebagai bentuk penghormatan atau penghargaan terhadap pihak penerima tanpa disertai dengan penggantian. Hadiah merupakan bagian dari hibah, sedekah dan ‘athiyah karena masing-masing memiliki persamaan dan berbedaan pada substansinya.