Ahlussunnah Al Jamaah Nahdlatul Ulama (Aswaja NU)

Advertisement
Jejak Pendidikan- Sesuai dengan hasil keputusan Bahtsul Masail Munas Alim Ulama Nahdlatul Ulama di Jakarta pada tanggal 25-28 Juli 2002, Ahl al-Sunnah wa al-Istiqamah atau Ahl al-Jama’ah diartikan sebagai berikut:

اَهْلُ السُّنَّةِ وَالَْْمَاعَةِ هُوَ مَنِ اتَّبِعَ وَتَََسَّكَ بِكِتَابِ اللهِ وَبَِِا عَلَيْهِ الرَّسُوْلُ صَلَّى اللهُ عَ لَيْهِ وَسَلَّ وَاَصْحَابِهِ وَبَِِا عَلَيْهِ السَّلَفُ الصَّالِحُ وَتَابِعُوْهُ .َْ
Ahl al-Sunnah wa Ahl al-Jama’ah adalah orang yang mengikuti dan memegang teguh kitab al-Qur’an dan segala sesuatu yang telah dijalankan oleh Rasulullah saw, para sahabatnya, serta as-Salaf as-Salih dan para penerusnya.

Berdirinya NU tak bisa dilepaskan dari upaya mempertahankan ajaran aswaja. Ajaran ini, bersumber dari al-Quran, sunnah, ijma’ dan Qiyas. Secara rinci ajaran itu seperti dikutip oleh Marijan dari KH Mustafa Bisri, ada tiga subtansi,
yaitu:

  1. Dalam bidang hukum-hukum Islam, menganut salah satu dari empat imam madzhab (Hanafi, Maliki, Syafi’i, dan Hanbali), yang praktiknya para kiai NU menganut kuat madzhab Syafi’i.
  2. Dalam soal tauhid, menganut ajaran Imam Abu Hasan al-Asyari dan Imam Abu Mansur al Maturidi.
  3. Dalam bidang tasawuf, menganut dasar-dasar ajaran Imam Abu Qasim al-Junaidi.


Dalam menghadapi perubahan di berbagai kehidupan yang cepat ini, terutama dalam menyikapi perkembangan budaya NU menggunakan kaidah fikih di bawah ini:

اَلْمُحَافَظَةُ عَلَى اْلقَدِيِْْ الْصَالِحِ وَالَْْخْذُ بِالَْْدِيْدِالَْْصْلَحِ.
Mempertahankan tradisi lama yang masih relevan, dan merespons terhadap gagasan baru yang lebih baik dan lebih relevan.

Adapun yang menyangkut dengan hal politik NU dalam Khittahnya menjelaskan bahwa setiap warga Nahdlatul Ulama’ adalah warga negara yang mempunyai hak-hak politik yang dilindungi oleh undang-undang. Warga NU dalam menggunakan hak-hak politiknya harus dilakukan secara bertanggung jawab, sehingga dengan demikian dapat ditumbuhkan sikap hidup yang demokratis konstitusional, taat hukum dan mampu mengembangkan mekanisme musyawarah dan mufakat dalam memecahkan permasalahan yang dihadapi bersama.



Sumber:

  1. Busyairi Harits, Islam NU Pengawal Tradisi Sunni Indonesia, (Surabaya: Khalista,2010).
  2. Laode Ida, NU Muda Kaum Progresif dan Skularisme Baru, (Jakarta: Erlangga, 2004).
  3. Djazuli, Kaidah-kaidah Fikih, (Jakarta: Prenada Media Group, 2011).

Subscribe to receive free email updates: