Bentuk Penanaman Nilai-nilai Islam

Advertisement

Jejak Pendidikan- Penanaman nilai-nilai Islam pada suatu lembaga pendidikan yang berorientasi pada perkembangan pribadi anak didik secara total serta peran serta masyarakat untuk lebih memperhatikan perkembangan zaman dengan memahami ajaran Islam secara keseluruhan. Sehingga, disini lembaga kesejahteraan sosial anak (LKSA) dituntut untuk bisa menanamkan nilai-nilai Islam dengan pengetahuan melalui program yang telah disusun dalam lembaga tersebut. Bertolak pada pemikiran diatas, maka materi tentang nilai-nilai Islam menjadi hal yang sangat penting untuk diajarkan dan diimplementasikan terhadap umat Nabi Muhammad SAW. 


Berikut ini adalah nilai-nilai yang harus ditanamkan pada diri seorang muslim:

Menanamkan nilai aqidah/tauhid
Aqidah arti bahasanya ikatan atau sangkutan. Bentuk jamaknya ialah aqa’id, arti aqidah menurut istilah adalah keyakinan hidup atau lebih khas lagi Iman. Sesuai dengan maknanya ini, yang disebut aqidah ialah bidang keimanan dalam Islam, dengan meliputi semua hal yang harus diyakini oleh seorang muslim atau mukmin, terutama sekali yang termasuk bidang aqidah ialah rukun iman.
Bentuk Penanaman Nilai-nilai Islam


Ruang lingkup pembahasan aqidah yang meminjam sistematika Hasan Al-Banna sebagai berikut:
  1. Illahiyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Ilah (Tuhan, Allah) seperti wujud Allah, nama-nama dan sifat-sifat Allah, af’al Allah dan lain-lain.
  2. Nubuwat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan Nabi dan Rasul, termasuk pembahasan tentang kitab-kitab Allah, mu’jizat, karamat, dsb.
  3. Ruhaniyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang berhubungan dengan alam metafisik seperti malaikat, jin, iblis, setan, roh, dsb.
  4. Sam’iyyat, yaitu pembahasan tentang segala sesuatu yang hanya bisa diketahui lewat sam’i (dalil naqli berupa Al-Qur’an dan Sunnah) seperti alam barzah, akhirat, azab kubur, tanda-tanda kiamat, surga neraka, dsb.


Menurut Najib Khalid Al-Amir, pembinaan keimanan merupakan pembinaan yang pertama kali harus ditanamkan dalam jiwa dan pikiran seseorang. Sehingga pendidikan keimanan pada seseorang merupakan landasan pokok sebagai pengembangan fitrah, bagi manusia yang mempunyai sifat dan kecenderungan untuk mengakui dan mempercayai adanya Tuhan. Oleh karena itu, penanaman keimanan pada seseorang merupkan hal yang paling esensial.

Aspek pengajaran tauhid dalam dunia pendidikan Islam pada dasarnya merupakan proses pemenuhan fitrah bertauhid. Fitrah bertauhid merupakan unsur hakiki yang melekat pada diri manusia sejak penciptaannya. Ketika berada di alam arwah, manusia telah mengikrarkan ketauhidannya itu.33 Sebagaimana ditegaskan dalam surat Al A’raf ayat 172 yang berbunyi:
 Dan (ingatlah), ketika Tuhanmu mengeluarkan keturunan anak-anak Adam dari sulbi mereka dan Allah mengambil kesaksian terhadap jiwa mereka (seraya berfirman): "Bukankah Aku Ini Tuhanmu?" mereka menjawab: "Betul (Engkau Tuban kami), kami menjadi saksi". (Kami lakukan yang demikian itu) agar di hari kiamat kamu tidak mengatakan: "Sesungguhnya kami (Bani Adam) adalah orang-orang yang lengah terhadap Ini (keesaan Tuhan)".

Fungsi Akidah dalam kehidupan manusia adalah sebagai berikut:
  1. Menuntun dan mengemban dasar ketuhanan yang dimiliki manusia sejak lahir. Manusia sejak lahir telah memiliki potensi keberagamaan (fitrah), sehingga sepanjang hidupnya membutuhkan agama dalam rangka mencari keyakinan terhadap Tuhan.
  2. Memberikan ketenangan dan ketenteraman jiwa.
  3. Memberikan dorongan hidup yang pasti


Abu A’la al-Mahmudi dalam Muhammd Alim menyebutkan pengaruh akidah tauhid terhadap kehidupan seorang muslim adalah sebagai berikut:
  1. Menjauhkan manusia dari pandangan yang sempit dan picik.
  2. Menanamkan kepercayaan terhadap diri sendiri dan tahu harga diri.
  3. Membentuk manusia menjadi jujur dan adil.
  4. Menghilangkan sifat murung dan putus asa dalam menghadapi setiap persoalan dan situasi.
  5. Membentuk pendirian teguh, kesabaran, ketabahan dan optimisme.
  6. Menanamkan sifat kesatria, semangat dan berani, tidak gentar menghadapi resiko, bahkan tidak takut mati.
  7. Menciptakan sikap hidup damai dan ridha.
  8. Membentuk manusia menjadi patuh, taat dan disiplin menjalankan peraturan ilahi.


Menanamkan nilai Syari’ah
Secara etimologis syari’ah berarti jalan, ketentuan atau undang-undang Allah SWT. Jadi pengertian syari’ah secara etimologis adalah yang berisi tata cara pengaturan perilaku hidup manusia dalam melakukan hubungan dengan Allah, sesama manusia dan alam sekitarnya untuk mencapai keridhaan Allah SWT yaitu keselamatan dunia dan akhirat.

Menurut istilah syari’ah merupakan peraturan Allah SWT yang mengatur hubungan manusia dengan Tuhan disebut Ibadah, dan yang mengatur hubungan manusia dengan sesama manusia dan alam seluruhnya disebut Mu’amalah. Rukun Islam yang lima, yaitu syahadat, shalat, zakat, puasa, dan haji termasuk Ibadah, yaitu ibadah dalam artinya yang khusus, yang materi dan tatacaranya telah ditentukan secara permanen dan rinci dalam Al-Qur’an dan Hadis Rasulullah SAW. Selanjutnya mu’amalah dapat dirinci lagi sehigga terdiri dari munakahat (pernikahan), tijarah (hukum niaga), hudud dan jinayat, khilafat (pemerintahan/politik islam) dan jihad (perang). Firman Allah dalam surat Al-Jaatsiyah ayat 18:
Kemudian Kami jadikan kamu berada di atas suatu syariat (peraturan) dari urusan (agama itu), Maka ikutilah syariat itu dan janganlah kamu ikuti hawa nafsu orang-orang yang tidak mengetahui.

Menurut ajaran Islam, syari’ah ditetapkan Allah menjadi patokan hidup setiap muslim. Sebagai jalan hidup, ia merupakan the way of life umat islam. Menurut Imam Syafi’I dalam kitab beliau ar-Risalah, syari’ah adalah peraturan-peraturan lahir yang bersumber dari wahyu dan kesimpulan-kesimpulan yang berasal dari wahyu itu mengenai tingkah laku manusia. Sebagai ketetapan Allah baik berupa larangan maupun dalam bentuk suruhan, mengatur jalan hidup dan kehidupan manusia.

Menanamkan nilai akhlak
Salah satu tujuan risalah Islam ialah menyempurnakan kemuliaan-kemuliaan Akhlak. Rasulullah bersabda dalam sebuah hadits yang artinya
Aku diutus untuk menyempurnakan akhlak mulia” (HR. Malik).

Akhlak menjadi masalah yang penting dalam perjalanan hidup manusia, sebab akhlak
memberi norma-norma baik dan buruk yang menentukan kualitas pribadi manusia.
Pengertian akhlak diambil dari bahasa arab berarti perangai, tabiat, adat, kejadian, buatan, ciptaan. 

Adapun pengertian akhlak secara terminologis, para ulama telah banyak mendefinisikan, diantaranya Ibn Maskawih dalam buku Tahdzib al-Akhlaq, beliau mendefinisikan akhlak adalah keadaan jiwa seseorang yang mendorongnya untuk melakukan perbuatan tanpa terlebih dahulu melalui pikiran dan perimbangan. Selanjutnya Imam al-Ghozali dalam kitabnya Ihya’ Ulumuddin menyatakan bahwa akhlak adalah gambaran tingkah laku dalam jiwa yang dari padanya lahir perbuatan-perbuatan dengan mudah tanpa memerlukan pemikiran dan petimbangan.

Pentingnya akhlak ini, menurut Omar Muhammad Al-Toumy al-Syaibany tidak terbatas pada perseorangan saja, tetapi penting untuk masyarakat, umat dan kemanusiaan seluruhnya. Atau dengan kata lain akhlak itu penting bagi perseorangan dan sekaligus yang bagi masyarakat. Akhlak dalam diri manusia timbul dan tumbuh dari dalam jiwa, kemudian berbuah ke segenap anggota yang menggerakkan amal-amal serta menghasilkan sifat-sifat yang baik serta menjauhi segala larangan terhadap sesuatu yang buruk yang membawa manusia ke dalam kesesatan.
Puncak dari akhlak itu adalah pencapaian prestasi berupa:
  1. Irsyad, yakni kemampuan membedakan antara amal baik dan buruk.
  2. Taufiq, yaitu perbuatan yang sesuai dengan tuntunan Rasulullah dengan akal sehat.
  3. Hidayah, yakni gemar melakukan perbuatan baik dan terpuji serta menghindari yang buruk dan tercela.


Aqidah, Syari’ah, dan Akhlak mempunyai hubungan timbal balik yang saling berkaitan, tidak dapat dipisahkan satu sama lain. Tetapi dari ketiga unsur itu Aqidah menempati posisi dasar atau pokok, sedangkan Syari’ah dan Akhlak menempati posisi cabang. Jika diibaratkan Aqidah adalah batu fondasinya, sedangkan Syari’ah dan Akhlak adalah semua bangunan dan perabot rumah tangga yang berdiri di atasnya.

Bahan Rujukan:
  1. Najib Khalid al-Amir, Min Asalibi ar-Rasul fi at-Tarbiyah, terj. M. Iqbal Haetami, Mendidik Cara Nabi Saw, Bandung: Pustaka Hidayah, 2002.
  2. Zulkarnain, Transformasi Nilai-nilai Pendidikan Islam, Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2008.
  3. Abdul Majid, Dian Andayani, Pendidikan Agama Islam Berbasis Kompetensi (Konsep dan Implementasi Kurikulum 2004), Bandung: PT Remaja Rosdakarya, 2006.
  4. Anggota IKAPI Jawa Barat, 2005, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.
  5. Tim Dosen Agama Islam IKIP Malang, Pendidikan Agama Islam Untuk Mahasiswa, Malang: Penerbit IKIP, 199131 Yunahar Ilyas, Kuliah Aqidah Islam, Yogyakarta: Penerbit Lembaga Pengkajian dan Pengalaman Islam LPPI.
  6. Muslim Nurdin, dkk, Moral dan Kognisi Islam Buku Teks Agama Islam untuk Perguruan Tinggi Umum Bandung: CV. Alfabeta, 1993.
  7. Anggota IKAPI Jawa Barat, 2005, Al-Quran dan Terjemahnya, Bandung: CV. Penerbit Diponegoro.

Subscribe to receive free email updates: