makalah kurikulum dalam perspektif sejarah dan makna

Advertisement
BAB I
PENDAHULUAN

A.    Latar Belakang
http://fahrizal91.blogspot.co.id/
http://fahrizal91.blogspot.co.id/
            Di dalam dunia pendidikan, kurikulum merupakan sesuatu yang paling berperan dalam proses pembelajaran dimana kurikulum merupakan sesuatu yang sangat dominan dan penting dalam kegiatan sekolah karena kurikulum sebagai “rencana sekolah” dalam arti luas yaitu mencakup makna manajemen meskipun dalam arti biasa dibatasi pada makna “what to teach” apapun kegiatan sekolah. Adapun kegiatan sekolah yang termasuk ke dalam kurikulum dalam pengertian  modern mencakup keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan dan sikap orang-orang yang meladeni dan diladeni disekolah mulai dari anak didik, masyarakat, para pendidik, juru tulis, pegawai dan pimpinan sekolah, semua unsur tersebut sangat berpengaruh pada minat siswa untuk belajar disekolah, kurikulum memiliki kedudukan yang paling utama dalam mengendalikan unsur-unsur lain di dalam proses pendidikan yang pada dasarnya menempati posisi sentral di dalam proses pemdidikan, kemudian di dalam kurikulum tersebut juga tidak terlepas dari teori-teori yang telah dicetuskan oleh ahlinya yang dapat memberikan makna terhadap kurikulum sekolah.

B.     Rumusan Permasalahan
1.      Bagaimanakah sejarah singkat dan asal-usul istilah kurikulum?
2.      Bagaimanakah makna kurikulum baik dilihat dari segi bahasa maupun terminologinya?
3.      Bagaimana kedudukan kurikulum di dalam keseluruhan proses pendidikan?
4.      Apa yang dimaksud dengan teori kurikulum?





BAB II
KURIKULUM DALAM PERSPEKTIF SEJARAH DAN MAKNA

A.    Sejarah dan Asal Usul Kurikulum
            Dilihat dari sisi sejarah, istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang bersala dari bahasa Yunani. Pada awalnya istilah ini digunakan untuk dunia olah raga, yaitu berupa jarak yang harus ditempuh oleh seorang pelari. Pada masa Yunani dahulu kala istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam dunia atletik. Dalam proses lebih lanjut istilah ini ternyata mengalami perkembangan, sehingga penggunaan istilah ini meluas dan merambah ke dunia pendidikan. Sejauh ini belum diketahui secara pasti kapan istilah kurikulum masuk ke dunia pendidikan. Demikian pula mengenai tokoh yang berkuasa pada masa itu yang berjasa dalam mengangkat istilah kurikulum ke dunia pendidikan, secara menyakinakan belum ditemukan dari sumber-sumber yang dapat dipertanggung jawabkan. Agaknya persoalan ini memerlukan penelitian sejarah kurikulum yang lebih mendalam untuk melihat lebih jauh mengenai sejarah peristilahan-peristilahan kurikulum yang dari awalnya telah berkembang pada masa Yunani (Athena).
            Dari sisi estimologi, kata “kurikulum (curriculum) terambil dari bahasa latin  yang memiliki makna yang sama dengan kata “racecourse” (gelanggang perlombaan). Kata “kurikulum” dalam bentuk kata kerja yang dalam bahasa latin dikenal dengan istilah “curere” adalah mengandung arti “menjalankan perlombaan” (running of fie race). Sedangkan dari sudut terminologinya, istilah kurikulum digunakan dalam berbagai versi. Zais menggunkan istilah kurikulum untuk menunjukkan dua hal yang disebutnya sebagai:
1.      Rencana pendidikan untuk siswa (a plan for the education of learners)
Kurikulum sebagai rencana pendidikan untuk siswa biasa disebut sebagai kurikulum untuk suatu sekolah. Kurikulum dalm pengertian ini mencakup mata pelajaran yang tercakup ke dalam lapangan kurikulum (the curriculum field).
2.      Lapangan studi (a field of study)
Kurikulum sebagai lapangan studi (a field of study) oleh para ahli kurikulum diberi batasan sebagai berikut:
a.       Studi yang berhubungan dengan struktur subtantif dari setiap mata pelajaran
b.      Prosedur penyelidikan praksis-praksis yang berhubungan dengan struktur sintaksis (kurikulum)
Adapun mengenai sejarah kurikulum sebagai lapangan studi dapat dilihat akarnya pada gerakan pengikut-pengikut Herbart pada akhir abad 19 M. Johan Friedrich Herbart (1776-1841) sebagai seorang filosof yang berkembangsaan Jerman adalah filosof yang mempunyai gagasan-gagasan pendidikan yang cukup luas berpengaruh dan diterima oleh masyarakat Amerika Serikat pada akhir pertengahan abad 19. Teori-teori Herbart tentang pengajaran dan pembelajaran telah menuntut perhatian serius oleh berbagai kalangan di Amerika untuk melakukan pilihan-pilihan dan pengorganisasian mata pelajaran. Gerakan-gerakan dari pengikut Herbart ini berhasil memperlihatkan kesadaran dan minat yang tinggi terhadap isi kurikulum pendidikan di Amerika, yang oleh Kliebard (1968) seperti dikutip Zais  menyebutkan bahwa sejak abad ini kurikulum telah menjadi isu pendidikan yang popular di Amerika.

B.     Pengertian-pengertian Kurikulum
            Dilihat dari sudut terminologi, pengertian kurikulum mencakup ke dalam tiga pengertian sebagaimana oleh S. Nasution dalam bukunya yang berjudul “Asas-asas Kurikulum”. Pengertian pertama disebut dengan pengertian tradisional. Menurut pengertian ini kurikulum didefinisikan sebagai “sejumlah mata pelajaran atau bahan ajar yang harus dikuasai oleh murid atau diajarkan oleh murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai suatu tingkatan atau ijazah”.
            Jika pada zaman dahulu pengertian tradisional cenderung membatasi aktivitas kurikulum terbatas pada kegiatan di ruangan kelas dapat dimaklumi, karena kegiatan yang dilaksanakan di ruangan kelas masih sejalan dengan setting kebutuhan masyarakat tradisional yang masih sederhana. Karena itu program pembelajaran masih dinilai memadai untuk memberikan jawaban-jawaban terhadap kebutuhan-kebutuhanindividu atau masyarakat yang ada pada masa itu.
            Berdasarkan kelemahan-kelemahan yang terdapat dalam pengertian kurikulum tradisional, maka pakar-pakar pendidikan memunculkan pengertian kurikulum diartikan sebagai “segala upaya sekolah untuk merangsang anak belajar apakah di ruangan kelas, di halaman dan di luar sekolah”. Pengertian seperti ini anatara lain dapat dilihat dari pengertian Harold B. Alberty dan Elsie J. Alberty yang menyebutkan “All of the activities that are provided for students by school..” (semua aktivitas yang disediakan untuk siswa oleh sekolah…). Demikian juga definisi kurikulum yang dikemukakan oleh Tyler sebagai dikutip oleh Daniel Tanner, Laurel N. Tanner yang berbunyi; “All of the learning of students which is planned by and directed by the school to attain its education goals” (semua kegiatan pembelajaran siswa yang direncanakan dan diarahkan oleh sekolah untuk mencapai tujuan pendidikan).
            Pengertian-pengertian kurikulum modern seperti dijelaskan lebih lanjut oleh S. Nasution menunjukkan bahwa makna kurikulum tersebut tidak lagi hanya terbatas pada kegiatan-kegiatan formal seperti yang dilakukan di ruangan kelas, tetapi makna kurikulum sudah meluas mencakup kegiatan-kegiatan belajar yang terjadi di halaman dan di luar sekolah.
            Dengan bertolak dari pengertian-pengertian seperti di atas pada akhirnya menempatkan kurikulum sebagai “sesuatu” yang sangat dominan dan penting dalam kegiatan sekolah karena kurikulum sebagai “rencana sekolah” dalam arti luas berarti mencakup makna manajemen meskipun dalam arti biasa dibatasi pada makna “what to teach” apapun kegiatan sekolah.
            Pengertian kurikulum modern oleh Alice Miel sebagai dikutip oleh S. Nasution mempertegas makna kurikulum mencakup keadaan gedung, suasana sekolah, keinginan, keyakinan, pengetahuan, kecakapan, dan sikap orang-orang yang meladeni dan diladeni di sekolah muali dari anak didik, masyarakat, para pendidik, juru tulis, pengawai dan pimpinan sekolah, sampai kepada pelayan sekolah seperti tukang sapu atau penjaga sekolah. Semua unsur-unsur ini dinilai memberikan pengaruh kepada minat siswa untuk belajar di sekolah.
            Selain dari pengertian-pengertian di atas, ada lagi pengertian kurikulum yang lebih luas, di mana makna kurikulum dihubungkan engan kehidupan masyarakat, misalnya melihat program pendidikan di sekolah dengan kebutuhan-kebutuhan hidup peserta didik di masyarakat (…what should the school program be like in that community). Pengertian kurikulum seperti ini menurut S. Nasution membawa makna kurikulum menjadi kurikulum menjadi sangat luas, karena kurikulum tidak hanya terbatas pada kegiatan pendidikan yang dilakukan oleh anak sepanjang masih terkait dengan sekolah atau lembaga pendidikan, tetapi kurikulum sudah mencakup aktivitas kehidupan yang amat luas.
            Sementara kurikulum di satu pihak memerlukan pengukuran yang jelas, dilain pihak diperlukan pula dukungan SDM untuk mengembangkan aktivitas-aktivas beljar dengan program-program pendidikan yang diikutinya dari suatu lembaga pendidikan.
            Kurikulum akan lebih sulit diukur keberhasilan jika yang dijadikan ukurannya adalah aktivitas kehidupan yang terkait dengan program pendidikan di suatu lembaga pendidikan. Dari satu sisi memang diakui bahwa indicator dari keberhasilan kurikulum dapat juga dilihat dari sisi keberhasilan anak melakukan aktivitas dalm kehidupannya. Namun, setiap lembaga pendidikan akan mendapatkan kesulitan untuk mengetahui kebrhasilan anak didik yang sudah menamatkan studinya, karena untuk mendapatkan informasi tentang keberadaan mereka tidak mudah.
            Meskipun demikian, secara individu ada baiknya jika masing-masing peserta didik secar sukarela memberlakukan pengertian kurikulum terhadap diri mereka sendiri, agar peserta didik menjadi dewasa di dalam kegiatan-kegiatan belajarnya.
            Sekalipun harus diakaui bahwa untuk membuat anak sukses dalam kehidupan ditengah-tengah masyarakat, bukanlah hal yang mudah, tetapi justru memerlukan waktu yang relatife lebih lama. Demikian pula lembaga-lembaga pendidikan dipihak lain, melalui program-programnya tentu perlu menyadari pengerian kurikulum yang amt menantang akan kemajuan, agar lewat program-program yang ditawarkan kepada siswa di lembaga pendidikan tersebut diupayakan untuk selalu membantu kesuksesan peserta didik menjalankan aktivitas-aktivitas yang berguna untuk kehidupan di tengah-tengah masyarakat.
           
C.     Proses Perubahan dan Penetapan Kurikulum
            Kurikulum pada hakikatnya tidak hanya cukup dipahami sebagai sebuah dokumen berharga yang dijadikan oleh pihak yang berkepentingan sebagai pedoman yang di dalam penyelenggaraan pendidikan di sekolah. Keberhargaan dari dokumen kurikulum justru akan terletak pada nilai-nilai yang direalisasikan dari program-program pendidikan yang dilaksanakan. Biasanya, sebelum suatu dokumen kurikulum diberlakukan oleh pejabat berwenang (misalnya oleh Menteri pendidikan Nasional RI), kurikulum itu sebelumnya telah dibicarakan dalam berbagai tahap-tahap pembicaraan.
            Kurikulum sebagai suatu produk pemikiran sudah barang tentu tidak mungkin dapat diberlakukan untuk sepanjang zaman. Kurikulum selalu mempunyai keterbatasan-keterbatasan menurut ukuran ruang dan waktu ketika kurikulum tersebut dimunculkan atau diberlakukan.
            Maka dalam rangka mengkritisi suatu kurikulum yang sedang berjalan, pada tahap awal kurikulum itu dihadapkan kepada sejumlah persoalan-persoalan yang perlu untuk dipecahkan. Sejak munculnya persoalan tersebut dianggap menjadi “starting point” di dalam mendiskusikan lebih lanjut kelemahan-kelemahan kurikulum yang sedang berjalan.
            Seminar kurikulum sebagaimana dimaksudkan diatas, biasanya menghadirkan sejumlah ahli dan tenaga praktisi pendidikan. Seminar membahas secara komprehensif kelemahan-kelemahan kurikulum, dan memberi masukan bagaiman seharusnya kurikulum tersebut dapat disempurnakan. Kurikulum baru yang diberlakukan denagn surat keputusan menteri, baiasanya tidak langsung dapat diterapkan, karena kurikulum tersebut belum sepenuhnya dapat dipahami oleh pihak pemakai atau pengguna kurikulum. Kurikulum baru untuk selanjutnya memerlukan tahap proses sosialisasi kurikulum. Tahap sosialisasi ini antara lain dapat dilakukan melalui penyelenggaraan pertemuan-pertemuan di kalangan tenaga-tenaga kependidikan untuk membicarakan hal-hal yang baru bersifat inovasi yang dibawa oleh kurikulum baru tersebut.
            Menurut Hamid Hasan, sosialisasi kurikulum penting dalam kaitan dengan akuntabilitas kurikulum baru. Dari sudut akuntabilitas administrasi (administrative accountability) kurikulum tersebut berarti telah dapat dipenuhi karena telah diberlakukannya suatu kurikulum melalui SK oleh Menteri terkait untuk merespons persoalan-persoalan baru yang muncul dalam kehidupan bermasyarakat atau bernegara. Namun di pihak lain juga suatu kurikulum baru dihadapkan kepada tenaga-tenaga professional di lapangan (professional accountability), khususnya dari pihak kepala sekolah dan guru.

D.    Kedudukan Kurikulum dalam Pendidikan
            Kurikulum pada dasarnya menempati posisi sentral di dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat strategis untuk mengendalikan jalannya proses pendidikan. Berkaitan dengan posisi kurikulum yang demikian akan menjadi semakin dipandang penting apabila kurikulum itu dikembalikan kepada pengertian-pengertiankurikulum itu sendiri, dimana dalam salah satu pengertiannya disebutkan bahwa kurikulum itu adalah segala sesuatu yang berkaitan dengan akitivitas sekolah yang dapat merangsang berkembanganya kegiatn pembelajaran siswa. Hal ini menunjukkan berarti kurikulum menjadi tempat kembali dari semua kebijakan-kebijakan pendidikan yang dilakukan oleh pihak manajegeman sekolah atau pemerintah. Jika batasan seperti ini yang digunakan, maka dengan sendirinya kedudukan atau posisi kurikulum di dalam keseluruhan proses pendidikan menempati posisi yang sangat sentral.
            Dalam posisi yang sangat sentral, maka posisi kurikulum dapat dicontohkan sebagai halnya posisi pemerintah pusat ditengah-tengah pemerintah daerah dalam suatu wilayah Negara kesatuan. Pemerintah pusat dalam hal ini disebut menempati posisi yang sangat sentral, dimana setiap pemerintah daerah di Negara kesatuan tersebut selalu berhubungan dan tergantung dengan pemerintahan pusat, dan tidak aka nada satu daerah pun yang dapat melepaskan diri dari kebijakan pemerintah pusat. Dengan perbandingan seperti ini, posisi kurikulum dalam proses pendidikan dapat juga disebut menempati posisi inti, dimana semua kebijakan pendidikan yang diambil mulai dari tingkat yang paling makro sampai ketingkat meso (menengah) dan mikro (sekolah) haruslah selalu mencerminkan kepentingan-kepentingan kurikulum.
            Posisi sentrla kurikulum dalam proses pendidikan dapat juga dilihat dari posisi kurikulum dalam mewujudkan tujuan-tujuan pendidikan. Dalam posisi ini kurikulum dapat disebut sebagai “kontrak kerja” untuk transaksi pendidikan yang berlangsung diruang kelas. Sebagai kontrak kerja, atau suatu “transaksi” pendidikan yang dilaksanakan di ruangan kelas, maka kurikulum dapat diibaratkan sebagai sebuah kendaraan (media) yang diranccang untuk mencapai tujuan-tujuan pendidikan yang diinginkan. Karena itu “kendaraan” yang dirancang untuk mencapai suatu tujuan, mendorong kurikulum harus dapat diwujudkan dalam “suatu transaksi” dengan berbagai aspek dan komponen pendidikan lainnya yang terdiri antara lain seperti: tenaga pendidik, anak didik, alat dan situasi pendidikan.

1.      Kurikulum Butuh Manajemen Yang Baik
            Manajemen sekolah yang baik amat diperlukan dalam kaitan dengan kedudukan kurikulum dalam proses pendidikan. Di sini perlu dijelaskan tentang apa yang dimaksud dengan istilah manajemen atau pengolaan sekolah tertuju kepada tugas-tugas manager pendidikan seperti kepala sekolah atau pimpinan-pimpinan lembaga pendidikan lainnya. Dalam kaitannya dengan kurikulum, manajer pendidikan adalah pelaksana kurikulum yang lebih dikenal dengan istilah implementataor kurikulum.
            Masalah di atas perlu ditegaskan karena tidak sedikit ditemukan bahwa mereka yang telah diberi amanah untuk duduk sebagai manajer pendidikan , justru kenyataannya membawa proses manajemen tersebut sebagai ajang untuk pendangkalan nilai-nilai pendidikan. Fungsi manajemen sekolah yang semestinya adalah untuk mengembangkan nilai-nilai pendidikan, kenyataannya justru menunjukkan bahwa proses manjemen sekolah mendistorsi nilai-nilai pendidikan yang seharusnya menjdi tugas utamanya mengembangkannya.
            Kurikulum tidak dapat dipisahkan dari persoalan manajemen sekolah. Kurikulum bahkan membutuhkan manajemen sekolah, agar tujuan-tujuan pendidikan yang menjadi target-target kurikulum dapat diwujudkan dengan baik. Tanpa melibatkan proses manajemen yang baik sudah tentu proses pencapaian tujuan-tujuan pendidikan menjadi sulit untuk diwujudkan. Maka atas dasar kepentingan ini, manajemen sekolah dituntut untuk bersifat memberikan layanan yang bermutu di dalam pelaksanaan kurikulum tersebut. Dalam posisi ini manajemen sekolah adalah bagaimana dapat member layanan dan memfasilitasi kepentingan-kepentingan sekolah untuk memenuhi tuntutan kurikulum.

E.     Teori kurikulum
            Suatu perangkat pernyataan yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum, karena adanya petunjuk perkembangan, penggunaan dan evaluasi kurikulum.

1.      Perkembangan Teori Kurikulum
a.       Franklin Bobbit: kehidupan manusia terbentuk oleh sejumlah kecakapan, diperoleh melalui pendidikan yakni penguasaan, pengetahuan, keterampilan, sikap, kebiasaan, apresiasi, tujuan kurikulum. Keseluruhan tujuan dan pengalaman menjadi kajian teori kurikulum
b.      1920: pengaruh pendidikan progresif berkembang gerakan pendidikan yang berpusat pada anak. Isis kurikulum didasarkan paa minat dan kebutuhan siswa
c.       Caswell: konsep kurikulum yang berpusat pada masyarakatnya. Kurikulum interaktif yang menekankan pada partisipasi guru.
d.      1947: dirumuskan 3 tugas teori kurikulum:
·         Identifikasi masalah yang muncul dalam pengembangan kurikulum
·         Menghubungkan masalah dengan struktur yang mendukungnya
·         Meramalkan pendekatan di masa yang akan datang
e.       Ralph Wtyler: 4 pertanyaan pokok inti kajian kurikulum
·         Tujuan
·         Pengalaman pendidikan
·         Organisasi pengalaman
·         Evaluasi
f.       1963: Beauchamp: teori kurikulum berhubungan erat dengan teori-teori lain. Othanel Smith: sumbangan filsafat terhadap teori kurikulum (perumusan tujuan dan penyusunan bahan)
g.      Mc Donald (1964): 4 sistem dalam persekolahan yakni
·         Kurikulum
·         Pengajaran
·         Mengajar
·         Belajar
h.      Beauchamp (1960-1965): 6 komponen kurikulum sebagai bidang studi
·         Landasan kurikulum
·         Isi kurikulum
·         Desain kurikulum
·         Rekayasa kurikulum
·         Evalusai kurikulum
·         Penelitian dan pengembanagan
i.        Maurits Johnson (1967): membedakan kurikulum (tujuan) ddengan proses pengembangan kurikulum, pengalaman belajar merupakan bagian dari pengajaran.


BAB III
PENUTUP

A.    Kesimpulan
            Istilah kurikulum (curriculum) adalah suatu istilah yang bersala dari bahasa Yunani. Pada masa Yunani dahulu kala istilah “kurikulum” digunakan untuk menunjukkan tahapan-tahapan yang dilalui atau ditempuh oleh seorang pelari dalam perlombaan lari estafet yang dikenal dalam dunia atletik. Dari sisi estimologi, kata “kurikulum (curriculum) terambil dari bahasa latin  yang memiliki makna yang sama dengan kata “racecourse” (gelanggang perlombaan). Sedangkan dari sudut terminologinya, istilah kurikulum digunakan dalam berbagai versi, yaitu: rencana pendidikan untuk siswa (a plan for the education of learners), dan lapangan studi (a field of study).
            Pengertian kurikulum mencakup ke dalam tiga pengertian sebagaimana oleh S. Nasution dalam bukunya yang berjudul “Asas-asas Kurikulum”. Pengertian pertama disebut dengan pengertian tradisional. Menurut pengertian ini kurikulum didefinisikan sebagai “sejumlah mata pelajaran atau bahan ajar yang harus dikuasai oleh murid atau diajarkan oleh murid atau diajarkan oleh guru untuk mencapai suatu tingkatan atau ijazah.
            Kurikulum pada dasarnya menempati posisi sentral di dalam keseluruhan proses pendidikan. Hal ini berarti bahwa kurikulum merupakan sesuatu yang sangat strategis untuk mengendalikan jalannya proses pendidikan.

            Adapun yang dimaksud dengan teori kurikulum adalah suatu perangkat yang memberikan makna terhadap kurikulum sekolah, makna tersebut terjadi karena adanya penegasan hubungan antara unsur-unsur kurikulum karena adanya petunjuk perkembangan penggunaan dan evaluasi kurikulum.

Subscribe to receive free email updates: