makalah kesenjangan materi kurikulum PAI

Advertisement
PENDAHULUAN

A.     Latar Belakang

Jejak Pendidikan- Upaya meningkatkan mutu pendidikan sudah sudah sejak lama di lakukan pemerintah. Beberapa aspek yang menjadi sasaran dalam upaya tersebut adalah meningkatkan kemampuan guru sehubungan dengan mutu Proses Belajar Mengajar (PBM). Meningkatkan kemampuan Kepala Sekolah sehubungan dengan pengololaan dan manajemen sekolah.

Kemampuan para supervisor pengawas sehubungan dengan proses pengawasan dan penilaan pelaksanaan pendidikan di sekolah. Pembentukan komite sekolah/majelis madrasah sebagai upaya mengikutsertakan masyarakat dalam meningkatkan mutu pelayanan (dengan memberikan pertimbangan, arahan dan dukungan tenaga, sarana dan prasarana serta pengawasan pendidikan pada tingkat satuan pendidikan), dan akhirnya sampai pada inovasi kurikulum.

Baca Juga (Berbagai Makalah)

Dalam rumusan  tujuan Pendidikan Agama Islam di sekolah dasar dan menengah yaitu untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengalaman serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, katakwaannya kepada Allah SWT serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, masyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk melanjutkan pada jenjang yang lebih tinggi
http://fahrizal91.blogspot.co.id/


B.     Rumusan permasalahan

  1. Jelaskan isu-isu PAI?
  2. Jelaskan kesenjangan materi kurikulum PAI.
  3. Jelaskan faktor-faktor penyebab terjadinya kesenjangan kurikulum PAI di sekolah?
  4. Jelaskan keterpaduan KBK PAI?

BAB IIKETERPADUAN PEMBELAJARAN PAI

A.     Isu-isu pendidikan agama Islam

Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan Agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Kurikulum yang dimunculkan dalam hal ini adalah KBK yang merupakan seperangkat rencana dan pengaturan tentang kompetensi dan hasil belajar yang harus di capai oleh siswa. Termasuk bagaimana melakukan penilaian, kegiatan belajar mengajar, dan pemberdayaan sumber daya pendidikan dalam pengembangan kurikulum sekolah.

Kompetensi dalam hal ini adalah suatu pengetahuan tentang sesuatu yang di harapkan dapat di miliki, di sikapi dan di lakukan siswa dalam setiap tingkatan kelas dan sekolah, termasuk pula menggambarkan kemajuan siswa yang di capai secara bertahap dan berkelanjutan untuk menjadi kompeten.

Untuk mencapai tujuan tersebut, terdapat berbagai komponen yang saling terkait dan saling mempengaruhi diantaranya, kurikulum, guru, metode, alat, dan lain-lain. Semua komponen tersebut saling terkait satu sama lain.

Sebagaimana dikemukakan Soetomo (1993:11) bahwa dalam interaksi belajar mengajar ada beberapa komponen yang harus di penuhi, yaitu:

  1. tujuan interaksi yang di harapkan,
  2. bahan (pesan yang akan disampaikan),
  3. pendidikan dan siswa,
  4. alat/sarana yang digunakan,
  5. metode yang di gunakan untuk mencapai materi, dan
  6. situasi lingkungan untuk menyampaikan agar tercapainya tujuan.

Prinsip dan konsep Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kaidah-kaidah/ dasar-dasar yang di terapkan dengan jelas pada masa Nabi SAW dan sahabat Khulafa al-Rasyidin dan para pengikutnya termasuk orang-orang yang mengamalkan Islam dengan ikhlas sampai sekarang dan masa yang akan datang.

Guru (mu’allim), khususnya guru Pendidikan Agama Islam hendaknya menyadari betul ciri-ciri Pendidikan Agam Islam agar dapat menjalankan tugas mengajarnya sesuai dengan misi pendidikan itu sendiri.

Pendidikan Islam berdasar pada seperangkat dasar prinsip yang bersumber pada rukun iman dan syari’at Islam yang dapat di terapkan secara praktis dalam kehidupan. Menurut Mala Utsman (1985:20-30) ciri-ciri Pendidikan Agama Islam sebagai berikut:

a. Pendidikan ketuhanan (tauhid aqidah), yaitu:

  1. Pendidikan yang bukan buatan manusia, melainkan berdasarkan kepada prinsip-prinsip yang di turunkan  Allah Ta’ala (bersifat luhur dan sempurna.
  2. Bertujuan untuk mewujudkan nilai-nilai kehidupan yang mulia.
  3. Menyampaikan individu siswa kepada kebahagiaan dunia dan akhirat.
  4. Kesempurnaannya datang dari Allah SWT yang Maha mengetahui terhadap kemaslahatan manusia dan memberikan kebaikan kegidupan yang mulia bagi manusia.
  5. Pendidikan Islam itu berdasar kepada Q.S. Shad: 9, al-Isra: 9, al-Bagarah: 2, Az-Zumar: 23.

b. pendidikan faktual (tarbiyah) yaitu: pendidikan yang serasi dengan kenyataan manusia yang tersusun dengan komponen jisim (tubuh), nafs/qalb/hati. Pendidikan ini mengakui adanya “gharizah” (insting) yang mengerakkan perilaku manusia. Oleh karena itu, pendidikan Islam itu membimbing, mengarahkan, menata dan membina gharizah bukan menghancurkan atau memeranginya.

c.pendidikan yang kontinyu, yaitu pendidikan yang tidak terkait oleh waktu tertentu di keluarga dan di sekolah saja, melainkan kewajiban bagi orang Islam sampai meninggal dunia.
           
 Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam secara nasional dalam kurikulum berbasis kompetensi di tandai dengan cirri-ciri antara lain:

  1. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
  2. Lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
  3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.         
Berkenaan dengan hal tersebut, Islam memandang bahwa pendidikan umum bertujuan untuk mencapai manusia yang memiliki karakteristik sebagai berikut:
  1. Hilmun, yakni kesanggupan atau kemampuan untuk menolak argumentasi orang bodoh dengan bahasa yang santun.
  2. Wara’, yaitu tidak rakus, rendah hati, yang mampu membentangi dirinya dari perbuatan maksiat.
  3. Husnul khuluq, yakni berakhlak baik sehingga ia bisa hidup di antara manusia.

Untuk merealisasikan tujuan Pendidikan Islam yang dapat menunjang pencapaian tujuan pendidikan nasional, Islam telah memberikan arahan agar manusia mampu memanfaatkan potensinya dan kesempatan hidup untuk mencapai kebahagiaan hidup di dunia dan akhirat kelak.

Di samping itu Islam memberikan dorongan untuk mengembangkan potensi akalnya melalui pendidikan baik melalui jalur sekolah maupun luar sekolah.

kedudukan  Pendidikan Agama Islam dan kurikulum sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan.hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Azra (1999: 57) bahwa kedudukan Pendidikan Islam (Pendidikan Agama Islam) dalam berbagai tingkatnya mempunyai kedudukan yang penting dalam Sistem Pendidikan Nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.
            
Kurikulum Pendidikan Agama Islam di sekolah/Madrasah berfungsi sebagai berikut :

  1. Pengembangan, yaitu meningkatkan keimanan dan ketakwaan peserta didik kepada Allah SWT yang telah di tanamkan dalam lingkungan keluarga. Pada dasarnya dan pertama-tama kewajiban menanamkan keimanan dan ketakwaan dilakukan oleh setiap orang tua dalam keluarga. Sekolah berfungsi untuk menumbuhkembangkan lebih lanjut dalam diri anak melalui bimbingan, pengajaran dan pelatihan agar keimanan dan ketakwaan tersebut dapat berkembang secara optimal sesuai dengan tingkat perkembangannya.
  2. Penanaman nilai sebagai pendoman hidup untuk mencari kebahagiaanhidup di dunia dan di akhirat.
  3. Penyeseuain mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah laingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam. Penyesuaian mental, yaitu untuk menyesuaikan diri dengan lingkungannya baik lingkungan fisik maupun lingkungan sosial dan dapat mengubah lingkungannya sesuai dengan ajaran agama Islam.
  4. Perbaikan, yaitu untuk memperbaiki kesalahan-kesalahan, kekurangan-kekurangan dan kelemahan-kelemahan peserta didik dalam keyakinan, pemahaman dan pengalaman ajaran dalam kehidupan sehari-hari.
  5. Pencegahan, yaitu untuk menangkal hal-hal negatif dari lingkungannya atau dari budaya lain yang dapat membahayakan dirinya dan menghambat perkembangannya menuju manusia Indonesia seutuhnya.
  6. Pengajaran, tentang ilmu pengetahuan keagamaan secara umum (alam nyata dan nir-nyata), sistem dan fungsionalnya.
  7. Penyaluran, yaitu untuk menyalurkan anaka-anak yang memiliki bakat khusus di bidang agama Islam agar bakat tersebut dapat berkembang secara optimal sehingga dapat di manfaatkan untuk dirinya sendiri dan bagi orang lain.
Departemen Agama RI telah menggariskan pola kebijakan Pendidikan Agama Islam terpadu yang meliputi:
  1. Keterpaduan proses
  2. Keterpaduan materi
  3. Keterpaduan penyelenggaraan
Konsep Keterpaduan Pembelajaran Pendidikan Agama Islam yang ditawarkan penulis adalah konsep pembelajaran yang komprehensif (menyeluruh) yang meliputi: (keterpaduan proses, materi, dan penyelenggaraan) sebagai salah satu upaya dalam mengimplementasikan Kurikulum Berbasis Kompetensi Pendidikan Agama Islam yang harus diselenggarakan dan dikelola secara kolektif.

Arah penilaiannya dilakukan dengan penilaian Berbasis Kelas yang memperlihatkan tiga ranah yaitu: pengetahuan (kognitif), sikap (afektif), dan keterampilan (psikomotor).


B. Kesenjangan Materi Kurikulum PAI

Analisis terhadap kesengjangan rencana kurikulum Pendidikan Agama Islam ini lebih di arahkan pada aspek materi serta tujuan-tujuan kurikulumnya, berdasarkan karakteristik serta kelebihan dan kelemahan yang dimiliki dalam organisasinya dengan kemungkinan penerapannya.

a. Kemampuan membaca Al-qur’an
Kemampuan membaca Al-Qur’an yang hendak dicapai misalnya pada siswa SD mulai dari kelas IV, diarahkan pada penguasaan kemampuan membaca Al- Qur’an dengan penerapan tajwidnya. Artinya para siswa pada tahap ini di pandang layak untuk menerapkan serta menguasai kemampuan membacanya dengan baik dan benar, sesuai dengan aturan-aturan bacaannya, walaupun pada taraf pengenalan.

Pencapaian ke arah tujuan pengusaan kemampuan membaca Al-Qur’an itu di dukung dengan sifat-sifat materi pembelajaran, yang tidak hanya penguasaan/mengingat terhadap fakta-fakta mengenai ahkamul madi wal qashry, jenis-jenis hukum mad, serta beberapa alif kadar kepanjangannya masing-masing. Akan tetapi dikembangkan juga melalui penelaahan secara bacaan/ayat-ayat tertentu dari Al-Qur’an yang diduga memiliki hukummad dalam membacanya secara tepat.

Kegiatan belajar serupa itu dapat di lakukan dengan menghubungkan konsep-konsep tentang hukum mad serta jenis-jenis dan kadar kepanjangan masing-masing yang di terapkan terhadap ayat-ayat tertentu yang harus di cari oleh para siswa dari Al-Qur’an. Karakteristik tujuan serta materi pembelajaran tersebut sangat positif bagi pengembangan kemampuan berpikir induktif atau deduktif para siswa.

Kemampuan motorik para siswa yang di tuntut untuk di kembangkan melaui meteri pembelajaran ini, dikembangkan hukum-hukum mad, yang telah di temukan para siswa dari contoh-contoh ayat-ayat Al-Qur’an yang di carinya atau yang diberikan oleh guru agama.

Aspek-aspek pendukung untuk keberhasilan pencapaian tujuan-tujuan serta materi  belajar seperti ini, perlu di sediakan waktu serta sarana lainnya yang di perlukan seperti Al- Qur’an dalam jumlah yang memadai sesuai dengan jumlah siswa serta di sesuaikan pula dengan tingkat kecepatan penguasaan materi pembelajaran masing-masing para siswa. 

b. Kemampuan praktek ibadah
Penguasaan terhadap kemampuan praktek ibadah misalnya, pada siswa tujuannya diarahkan pada penguasaan konsep-konsep tentang shalat fardhu dan shalat Jum’at serta do’a-do’a tertentu sesudah shalat, puasa dan zakat.

Penguasaan aspek kognitif para siswa melalui materi pelajaran ini adalah dengan penguasaan terhadap fakta-fakta seperti jenis-jenis shalat fardhu, syarat dan rukun shalat, hafalan terhadap bacaan-bacaan do’a serta konsep-konsep tentang shalat fardhu. Aspek afektif serta psikomotor yang dikembangkan melalui kegiatan-kegiatan belajar praktek, yang dapat juga dikembangkan di sekolah dan peniruan para siswa terhadap rutinitas dalam pelaksanaan ibadah tersebut dalam lingkungan-lingkungan di sekitar mereka dalam kehidupan bermasyarakat.
           

C. Faktor-faktor Penyebab Terjadinya Kesenjangan Kurikulum PAI Disekolah

Penerapan kurikulum PAI, memiliki sifat kebergantungan yang sangat tinggi, ia sangat dipengaruhi oleh fasilitas serta potensi yang tersedia di sekolah, lingkungan masyarakat, serta lingkungan pergaulan para siswa, latar belakang keluarga.

Dalam kerangka penerapan kurikulum PAI pada sekolah, para guru agama diperlukan mampu membaca “visi” sebuah kurikulum, yakni ide-ide pokok yang terkanung di dalam tujuan-tujuan kurikulum. Ide pokok tersebut dibentuk dari filsafat, teori serta kebijakan-kebijakan formal yang melandasinya. Disamping kemampuan mereka dalam menganalisis struktur kurikulumnya, sebab yang terakhir ini sebagai salah satu upaya untuk menterjemahkan visi kurikulum.

Perlunya kemampuan membaca visi kurikulum PAI, terutama agar persepsi yang dibentuk dalam pemikiran para guru agama itu terdapat relevansi dengan visi kurikulum yang secara prinsip terkandung dalam tujuan-tujuan kurikulumnya.

Pada saat ini ada kecenderungan bahwa perhatian guru agama lebih tertuju kepada struktur kurikulum PAI, seperti analisis materi pelajaran, merumuskan tujuan (TPK) dari TPU serta berbagai urusan administrasi pengajaran lainnya, sedangkan bagaimana visii pemikiran yang dikehendaki para pengembang kurikulum yang tercantum dalam Tujuan Pendidikan Nasional serta relevansinya dengan rumusan kompetensi PAI, kurang mendapat perhatian.

Fungsi pendidikan pada sekolah secara keseluruhan  adalah sejalan dengan pengembangan Pendidikan Agama Islam sebagai salah satu mata pelajarannya adalah; untuk menumbuhkan dan meningkatkan keimanan, melalui pemberian dan pemupukan pengetahuan, penghayatan, pengamalan serta pengalaman peserta didik tentang agama Islam sehingga menjadi manusia muslim yang terus berkembang dalam hal keimanan, ketaqwaannya kepada Allah Swt serta berakhlak mulia dalam kehidupan pribadi, bermasyarakat, berbangsa dan bernegara, serta untuk dapat melanjutkan pada jenjang pendidikan yang lebih tinggi.


  • Terbatasnya Sarana dan Fasilitas yang Dimiliki Sekolah
Kegiatan Pendidikan Agama Islam di sekolah nampak banyak memiliki kekurangan dan keterbatasan, terutama dalam kualitas proses belajar mengajar yang dikembangkannya, yang selanjutnya berakibat langsung kepada rendah dan tidak meratanya kualitas hasil yang dicapai para siswa. Kelebihan-kelebihan yang dimiliki sekolah dalam kaitan ini adalah adanya aspek formal serta disiplin dalam kegiatannya.

Adanya aspek-aspek tersebut bisa dirumuskan kompetensi-kompetensi serta materi belajar mengajar secara rinci, dapat direncanakan bentuk kegiatan belajar sekaligus bentuk dan sistem penilaiannya.

Karena itu perlu dicari suatu bentuk perbaikan yang bersifat strategis, sehingga tanpa pengadaan sarana serta fasilitas pendukung di sekolah, tapi dengan suatu strategi yang dipandang tepat maka diharapkan akan dapat memperbaiki kesenjangan penerapan kurikulum Pendidikan Agama Islam itu secara keseluruhan.

Alternatif kea rah itu yang dipandang tepat adalah dengan memanfaatkan serta melibatkan lingkungan-lingkungan tertentu yang ada di masyarakat, sebagai media pembelajaran dalam proses penerapan kurikulumnya.

Keterbatasan pada faktor sarana dan fasilitas misalnya yang ada pada sekolah saat ini bersifat kausalitas, yakni keterbatasan pada faktor ini akan memunculkan kesenjangan dalam proses penerapan kurikulum dan kesenjangan dalam proses itu selanjutnya akan memunculkan kesenjangan dalam hasil-hasil yang diperolehnya.

Karena itu keadaan seperti ini perlu segera dicari jalan keluarnya, sehingga proses penerapan kurikulum itu dapat segera ditinggalkan, dengan harapan semakin tinggi proses maka akan semakin tinggi pula hasil yang diperoleh.


D. Ketepaduan KBK PAI

Penerapan kurikulum dengan memanfaatkan serta melibatkan lingkungan tertentu di masyarakat dalam kegiatannya secara terpadu, dipandang sangat perlu secara konsepsional maupun operasional.

Secara konseptual keterpaduan pelaksanaan kurikulum PAI didasarkan pada:


  1. Karakteristik yang paling menonjol dalam organisasi tujuan-tujuan yang diwujudkan dalam kompetensi kurikulum PAI, bersifat developmental, kompetensi-kompetensi itu tidak dapat dikembangkan dalam waktu serta lingkungan belajar yang sangat terbatas. Mengembangkan kemampuan dasar kehidupan beragama agar menjadi manusia muslim yang beriman dan bertakwa kepada Allah Swt, hanya mungkin dikembangkan secara kontinu dalam kehidupan sehari-hari.
  2. Teori yang mengatakan “belajar adalah change in behavior” tampaknya lebih relevant dengan penerapan kurikulum PAI daripada sekedar menambah dan mengumpulkan pengetahuan saja. Aspek belajar tidak hanya mengenai bidang intelektual saja, tetapi melibatkan totalitas mental dan fisik secara menyeluruh. Karenanya belajar merupakan perjalanan panjag dengan waktu serta lingkungan yang saling mendukung.
  3. Setting belajar yang naturalistic ternyata lebih efektif dalam pencapaian hasil dibandingkan dengan setting belajar di kelas dengan pendekatan yang verbalistik. Marsh (1987: 35) menyatakan bahwa “I hear I forget, I see I remember and I do I understand”. Tugas guru dalam kegiatan ini adalah menyediakan lingkungan-lingkungan belajar yang mendukung untuk memberikan pengalaman belajar langsung. Dukungan terhadap alasan ini dikemukankan oleh John Boyd (1989: 2),…” knowledge is acquired thought the individual’s direct and active engagement with the material word, and that the teacher’s role is to provide an environment rich inpotential learning possibilities”.
  4. Upaya untuk mensintesikan dan ineternalisasi nilai-nilai religious agar menjadi suatu sistem nilai yang mantap dan mendalam, sehingga benar-benar menjadi sesuatu yang dipedomani dalam kehidupan sehari-hari perlu memperhatiakn prinsip-prisip: kontinuitas, relevansi dan efektifitas dalam pengembangannya.

Secara operasional pelaksanaan kerjasama (keterpaduan) pelaksana kurikulum PAI didasarkan pada alasan-alasan sebagai berikut:

  1. Pelaksanakan PAI di mushalla dan masjid lebih mengarah kepada penerapannya dengan pendekatan afektif dan psikomotorik serta didukung oleh setting pendidikan yang naturalistik. Kondisi seperti ini diharapkan akan mampu menutup kesenjangan kurikulum yang dikembangkan di Sekolah.
  2. Harus diakui bahwa instrument serta prosedur yang diterapkan dalam pelaksanaan PAI di mushalla dan masjid lebih mengarahkan pada “student centered” dengan sistem evaluasi yang high level yakni diarahkan pada penguasaan perilaku oleh para peserta didik, bukan pada penguasaan kognitif yang rendah, juga tidak mungkin dapat dicapai dengan instrument evaluasi klasik seperti true false, matcing choise, short answer dan sejenisnya.


 Langkah-langkah mewujudkan kerjasama pembinaan PAI disekolah, terdapat perbedaan yang ditempuh oleh masing-masing guru agama dalam mewujudkan pola kerjasama dalam pembinaan PAI, tergantung kepada situasi dan kondisi yang ada di lingkungan sekolah tersebut.


PENUTUP

Kesimpulan
Pendidikan Agama Islam bertujuan untuk membentuk prilaku dan kepribadian individu sesuai dengan prinsip-prinsip dan konsep Islam dalam mewujudkan nilai-nilai moral dan Agama sebagai landasan pencapaian tujuan pendidikan nasional.

Prinsip dan konsep Pendidikan Agama Islam mengacu kepada kaidah-kaidah/ dasar-dasar yang di terapkan dengan jelas pada masa Nabi SAW dan sahabat Khulafa al-Rasyidin dan para pengikutnya termasuk orang-orang yang mengamalkan Islam dengan ikhlas sampai sekarang dan masa yang akan datang.

Kedudukan  Pendidikan Agama Islam dan kurikulum sangat penting dan strategis dalam pelaksanaan pendidikan di setiap jenjang dan jenis pendidikan.hal ini sesuai dengan yang di kemukakan oleh Azra (1999: 57) bahwa kedudukan Pendidikan Islam (Pendidikan Agama Islam) dalam berbagai tingkatnya mempunyai kedudukan yang penting dalam Sistem Pendidikan Nasional untuk mewujudkan siswa yang beriman dan bertakwa serta berakhlak mulia.

Pengembangan kurikulum pendidikan agama Islam secara nasional dalam kurikulum berbasis kompetensi di tandai dengan ciri-ciri antara lain:

  1. Lebih menitikberatkan pencapaian target kompetensi daripada penguasaan materi.
  2. Lebih mengakomodasi keragaman kebutuhan dan sumber daya pendidikan yang tersedia.
  3. Memberikan kebebasan yang lebih luas kepada pelaksana pendidikan di lapangan untuk mengembangkan dan melaksanakan program pembelajaran sesuai dengan kebutuhan.

Subscribe to receive free email updates: