Biografi Hunain Bin Ishak

Advertisement
JEJAK PENDIDIKANNama lengkap beliau Abu Zaid Hunain bin Ishaqal-'Ibadi dikenal dalam bahasa Latin sebagai Johannitius (809-873 M) yang terkenal pengaruhnya dalam mewarnai kejayaan pendidikan pada masa kepemimpinan al-Ma’mun sebagai seorang  sarjana, dokter , dan ilmuwan , yang dikenal untuk karyanya dalam menerjemahkan dan medis karya ilmiah di Yunani ke dalam bahasa Arab dan Syria.[1]


Gurunya Johanes bin Masweh sangat kagum kepada muridnya telah sampai pada puncaknya sehingga dia mempersembahkan kepadanya sebuah buku dengan judul “An Nadir At Tayyibah”. Reputasi ilmiah Hunain bin Ishaq menyebar di dalam dan luar kota Baghdad sehingga sampai ke telinga Khalifah Al Ma’mun melalui dokter pribadinya Gibrail yang selalu memuji kepintaran dan kemampuan ilmiah Hunain di dalam majelis ilmu sang khalifah.

Al Ma’mun mendirikan Baitul hikmah di Baghdad dan memutuskan untuk menerjemahkan buku-buku warisan Yunani ke bahasa Arab. Al Ma’mun memangil sejumlah penerjemah yang terkenal untuk menerjemahkan buku-buku dari bahasa Yunani ke bahasa Arab.

Di antara para penerjemah yang terkenal itu adalah Hunain bin Ishaq, yang ketika masih berusia muda. Al Ma’mun meminta darinya untuk menerjemahkan buku-buku para filsuf Yunani ke bahasa Arab dan dalam waktu yang sama sang khalifah juga meminta darinya untuk memperbaiki apa yang diterjemahkan oleh para penerjemah yang lain.

Hunain mematuhi permintaan sang khalifah dan kemudian dia menjadi pengawas urusan penerjemahan di Baitul hikmah. Ibnu Abu Ashiba’ah menuturkan: “Al Ma’mun memberikan kepada Hunain bin Ishaq emas seberat buku-buku yang diterjemahkannya ke bahasa Arab”.[2] Seperti buku Al ‘Asyara Maqalat Fil ‘Uyun (sepululuh Makalah Tentang Mata) merupakan revolusi ilmiah tentang sejarah kedokteran mata di kala itu, dan Al Masa’il Fit Tib- (persoalan Tentang Kedokteran).

Dari berhasilnya pencapaian kemajuan dibidang pendidikan yang sangat pesat dapat disimpulkan bahwa kemajuan  itu terjadi dorongan internal dan faktor eksternal antara lain berupa perbaduan dengan peradaban budaya luar (akulturasi) dalam wujud kontak intelektual antara sarjana-sarjana muslim dangan filsafat dan budaya Yunani, Persia, India dan lain-lain. Dengan demikian kemampuan intelektual Muslim terus bertambah dalam dan luas menyentuh berbagai bidang ilmu pengetahuan terutama dalam bidang filsafat, kedokteran, astronomi, kimia ilmu alam dan bahasa.

Dengan adanya doronga internal dan eksternaltersebut maka semangat pengembaraan intelektual muslimin makin hari makin meluas, seiring dengan perluasan kawasan teritorial yang dikuasai Islam.

Sebagai konsekuensinya maka terjadilah persentuhan dengan budaya luar yang menjadi faktor eksternal yang memicu sebagai faktor pendorong, pensentuhan yang paling awal dalam hal ini adalah dengan dua budaya yaitu budaya Yunani dan Persia, pada mula nya memang persentuhan tersebut sudah terjadi pada masa Umaiyah namun seiring dengan perluasan kepenguasaan kaum Muslimin yang mencapai puncak pada masa kepemimpinan khalifah Abbasiyah yaitu masa al-Ma’mun.

Dalam menelaah ilmu demi berkembangnya ilmu pengetahuan para sejarawan membagi dua bagian tentang ilmu penegtahuan yang akan dikaji yaitu: pertama, ilmu pengetahuan yang berhubungan dengan al-Qur’an atau ilmu pengetahuan asli kemudian termasuk kedalam ilmu keagamaan (al-‘Ulum al-Naqliyqh atau al-‘Ulum al-Syari’ah). Kedua, ilmu pengetahuan asing dimana termasuk kedalammya ilmu kimia, kedokteran dan filsafat (al-‘Ulum al-Aqliyah).  Kesemua pencapaian tersebut berkat berkembangnya upaya-upaya penterjemahan.

Sehingga mampu melahirkan tokoh-tokoh ilmu pengetahuan dan para ulama, seperti ImamAhmad bin Hanbal, Jabir bin Hayyan, Musa al-Khawarizmi, al-Kindi, Hunain bin Ishaq hingga al-Farabi wafat pada 340 H, yang mendapat julukam al-Mu’ulum Tsani (guru kedua setelah Aristoteles).[3] Karya-karya terjemahan mereka kemudian dibukukan lalu disebarkan ke Eropa, Andalusia, Sisilia, kemudian menjadi basisi yang dominan dalam perkembangan ilmu penegtahuan di Barat.






[1] http://rumaheris.blogspot.com/2010/07/hunain-bin-ishaq.html. Diakdses pada tanggal 18 Januari 2014.
[2] http://hawalludian.blogspot.com/2013/02/hunain-bin-ishak-dan-kedudukannya-dalam.html. Diakses pada 18 Januari 2014.
[3] Nourouzzaman Shiddieqy, Jeram-Jeram Peradaban Muslim, (Yogyakarta: Pusat Pelajar, 1998), h. 34. 

Subscribe to receive free email updates: