Akhlak dan Tasawuf Menurut Pemikiran Amin Syukur

Advertisement

Perlunya Pemahaman Akhlak dan Tasawuf

a. Pemahaman Tentang Akhlak
Amin syukur menyebutkan bahwa akhlak merupakan sikap batin yang mendorong satu perbuatan, perbuatan itu dilakukan dengan gampang dan mudah tanpa dipikirkan dan dipertimbangkan terlebih dahulu.

Dari pengertian diatas dapat diambil garis besar bahwa yang menjadi pokok dari akhlak yaitu suatu perbuatan yang dilakukan tanpa dipikirkan terlebih dahulu. Secara spontan dilakukan tanpa berpikir terlebih dahulu. Jika perbuatan tersebut dilakukan tanpa didasari pemikiran dan pertimbangan terlebih dahulu maka yang demikian dinamakan akhlak. Tetapi jika masih dipikirkan terlebih dahulu maka belum bisa disebut sebagai akhlak, tetapi masih proses berakhlak.

Akhlak mengajak manusia untuk selalu melakukan kebaikan. Pada dasarnya setiap manusia punya dua sisi, yaitu baik dan buruk. Tinggal bagaimana dapat mengembangkan sisi kebaikan dan menghindari sisi keburukan tersebut. Jika seseorang berbuat baik maka akan menekan sifat buruknya. Sebagaimana firman Allah dalam QS. Hud ayat 114.
Dan dirikanlah sembahyang itu pada kedua tepi siang (pagi dan petang) dan pada bahagian permulaan daripada malam. Sesungguhnya perbuatan-perbuatan yang baik itu menghapuskan (dosa) perbuatan-perbuatan yang buruk. Itulah peringatan bagi orang-orang yang ingat.

Sebaliknya, jika seseorang berbuat buruk maka semakin memperparah sifat buruknya. Dengan demikian maka antara sifat dan perbuatan seseorang keduanya saling memengaruhi. Akhlak merupakan sikap batin. Sikap batin yang bersumber dari dalam hati. Maka yang harus pertama kali diperbaiki adalah hatinya. Secara fisik, hati adalah segumpal daging yang berbentuk bundar memanjang, terletak di tepi kanan dada. Hati adalah pokok dari segala sesuatu yang dimiliki oleh manusia.

Namun tak semua keadaan hati dapat bekerja dengan baik sebagaimana mestinya. Akhlak muncul dari dua keadaan hati, yaitu hati yang mati dan hati yang sehat. Hati yang shalih (sehat) QS. asy-Syuara 87-89, memiliki tanda, antara lain: imannya kokoh, mensyukuri nikmat, tidak serakah, hidupnya tentram, khusyuk dalam ibadah, banyak berdzikir, kebaikannya selalu meningkat, segera sadar jika lalai atau berbuat salah, suka bertaubat, dan sebagainya.

Sedangkan Hati yang mayyit (mati), yang telah mengeras dan membatu karena banyak kerak (akibat dosa-dosa yang dilakukan) sehingga menghalangi datangnya petunjuk Allah. QS. al-Baqarah 6-7 & QS. al-Mut}affifin 13-14. Tanda-tandanya antara lain: tidak ada/tipis iman, mengingkari nikmat Allah, dikuasai hawa nafsu, pikirannya negatif/buruk sangka, tak berperikemanusiaan, egois, keras kepala, tak pernah merasa bersalah, dan sebagainya. Dalam pandangan Amin Syukur pendidikan akhlak sifatnya sangatlah objektif dalam mempengaruhi perilaku manusia.

b. Pemahaman tentang Tasawuf
Dalam pandangan Amin Syukur, tasawuf merupakan salah satu bagian dari syari‟at Islam yang berakar dari ihsan. Dan ihsan menurutnya merupakan jiwa atau roh dari iman dan Islam. Sehingga ihsan meliputi segala tingkah laku muslim, baik dalam tindakan lahir maupun tindakan batin, dalam ibadah maupun mu‟amalah.

Tasawuf mengajak manusia untuk mengenal dirinya sendiri hingga akhirnya mengenal Tuhannya. Dalam pandangan Amin Syukur, tasawuf lahir sebagai fenomena ajaran Islam paling tidak didorong oleh beberapa faktor.

Ada 3 faktor, pertama ketidakpuasan kaum muslim terhadap praktek ajaran Islam yang cenderung formalisme dan legalisme. Kedua, terjadinya ketimpangan sosial, politik, moral, dan ekonomi yang dilakukan oleh umat Islam, khususnya para kaum elit pemerintahan pada saat itu. Ketiga, terjadinya pertikaian politik internal umat Islam pada saat itu.


Peranan Akhlak dan Tasawuf

a. Akhlak Sebagai Pemberi Peringatan
Objek dari pendidikan akhlak adalah manusia. Amin Syukur dalam bukunya Tasawuf Sosial menyebutkan bahwa manusia adalah hamba Allah SWT. yang mempunyai dua sistem kehidupan. Yaitu kehidupan jasmani dan rohani. Jika sistem rohani sakit maka jasmanipun akan mengalami sakit. demikian juga sebaliknya, jika jasmani sakit, maka rohanipun ikut sakit.

Yang menjadi pembeda antara manusia adalah akhlaknya. Manusia yang berakhlak mulia bisa lebih tinggi derajatnya daripada malaikat, sedangkan manusia yang berakhlak buruk derajatnya bisa lebih buruk dibandingkan setan. Baik dan buruk semua mempunyai konsekuensi yang nantinya akan di minta pertanggung jawaban di akhirat.

Persoalan ekonomi dan materi manusia bertukar akidah dengan mudahnya. Keimanan manusia yang sangat rapuh dan mudah terombang-ambing hanya dengan embel-embel tertentu. Mereka menggadaikan Islam. Demi kebutuhan sandang dan pangan. Manusia bersedia melakukan sesuatu walaupun berakibat buruk sekalipun. Iman laksana buih di lautan yang setiap saat terombang-ambing sesuai arah angin dan hempasan ombak.

Atas dasar tersebut maka Amin Syukur menyebutkan bahwa dalam ilmu Akhlak ada yang namanya hati nurani, hati nurani sifatnya seperti cctv dari dalam, yang sifatnya ini adalah mempertimbangkan, memintai sangsi/reward kepada yang bersangkutan.

Merasa diawasi oleh Allah (muroqobah). Apa yang dikerjakan semua tidak luput dari penglihatan-Nya. Karena Allah memiliki sifat yang sempurna. Mengetahui segala sesuatu yang tidak bisa diketahui oleh makhluk. Dengan begitu maka akan berpikir panjang sebelum melakukan sesuatu.

Selalu ingat bahwa ada malaikat yang senantiasa mencatat semua perbuatan manusia. Malaikat Rakib dan Atid mencatat semua amalan yang dilakukan manusia, yang mana manusia akan dimintai pertanggung jawaban atas apa yang dilakukannya semasa hidup di dunia.

b. Tasawuf Sebagai Pembinaan Nafsu
Tasawuf merupakan ilmu yang mengajarkan bagaimana cara meraih derajat sedekat-dekatnya dengan Allah. Dengan perantara ilmu tasawuf para sufi dapat memeroleh hakikat kesempurnaan ilmu tentang dirinya sendiri, diri-Nya, dan alam semesta. Inilah citra insan kamil citra manusia yang selama ini diidam-idamkan oleh banyak orang. Bahkan menjadi tujuan para sufi.

Untuk dapat mencapai taraf ini tentu tidak mudah karena banyak syarat-syarat yang harus dicapai oleh seseorang yang hendak menginginkannya. Di antara langkah yang dapat dilakukan untuk mencapainya adalah dengan cara bersungguh-sungguh menjalankan ibadah dan berakhlak mulia kepada Allah, sesama manusia, diri sendiri, dan alam. Serta menjalankan riyadhah dan mujahadah secara terus menerus tanpa kenal putus asa.

Amin Syukur menjelaskan cara untuk menghilangkan akhlak tercela atau perbuatan yang dapat mengotori hati ialah dengan cara menghayati akidah (keimanan) dan ibadah kita, mengadakan latihan dan bersungguh-sungguh untuk menghilangkannya, serta melakukan introspeksi diri (muhasabah) dan berdo‟a kepada Allah SWT.

Setelah seseorang mampu melakukan tahapan tersebut, kemudian akan naik ke tahap kedua yakni tahalli, yang berarti menghiasi diri dengan sifat, sikap dan perbuatan yang baik. Berusaha agar dalam setiap gerak dan perilakunya selalu berjalan diatas ketentuan agama.

Setelah itu kemudian naik lagi ke tahap ketiga yakni tajalli, yang berarti terangnya hati nurani (qalb). Pada tahap ini, Allah akan menganugerahkan kemampuan membedakan mana yang baik dan mana yang benar dari pada yang jelek dan yang salah. Dan puncak dari itu adalah ma’rifatullah. Tajalli juga dipahami oleh Amin Syukur sebagai melembaganya nilai-nilai Illahiyah dalam diri seseorang yang selanjutnya direfleksikan dalam setiap gerak dan aktifitas lainnya. Pada tingkat ini seseorang diyakini telah mencapai tingkat kesempurnaan atau juga dikenal dengan istilah insan kamil.


Sumber:
  1. Amin Syukur, Terapi Hati, (Jakarta: Erlangga, 2012),
  2. Amin Syukur, Tasawuf Sosial, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2004).
  3. Amin Syukur, Taswuf Bagi Orang Awam Menjawab Problem Kehidupan, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 2006).

Subscribe to receive free email updates: