Advertisement
1. Perjalanan Hidup KH. Muhammad Nizam
Asshofa
Jejak Pendidikan- Sudah beberapa tahun ini gegelegar syair
tanpo waton terdengar mulai dari sudut mushola atau di setiap tempat
peribadatan lainnya, tidak hanya itu saja mungkin ribuan atau jutaan umat
muslim sudah mendengarkan bahkan sampai memilikinya, dengan syair yang
mempunyai bait-bait yang menyejukka serta dalam dari segi pemaknaannya dan mengingatkan
pada pendengar akan realita saat ini.
Tak hayal lagi dengan hadirnya Syair ini
mampu menjawab sebuah tantangan kehidupan yang semakin rusak dan mendekati
kebobrokan. Namun dari ketenaran dan kebesaran Syair ini masih banyak sekali kontroversi
tentang siapa yang menciptakan dan pelantunkan Syair ini. Satu sisi banyak
sekali pihak yang mengatakan ini adalah karya besar dari Alm. KH. Abdurahman
Wahid atau yang akrab kita sapa Gus Dur, namun juga hingga saat ini tidak ada
bukti yang nyata tentang kebenaran fakta ini.
Lantas dari berbagai keraguan dan
keinginan untuk mencari fakta kebenaran tentang misteri pencipta Syair yang
begitu dahsyat ini, penulis temukan sebuah artikel di edisi Majalah Tebuireng
yang mengangkat satu sosok yang memang sudah ditunggu tunggu kehadiranya di
rubrik ini yaitu KH. Muhammad Nizam Asshofa, sang pencipta serta sang
pelantun syair tanpo waton.
KH.
Muhamad Nizam Asshofa beliau merupakan guru pembimbing tarekat Naqsyabandiyah
Kholidiyah yang bertempat di kediaman beliau tepatnya di Pesantren Darul Shofa
Wal Wafa Desa Tanggul Wonoayu Krian Sidoarjo. Beliau juga mengadakan pengajian
rutin tasawuf setiap rabu malam yang diikuti oleh jamaah putra maupun putri,
Kitab yang dikaji adalah kitab“Jami’ul Ushul Fil Auliya’” karya Syaikh
Ahmad Dhiya’uddin Musthofa Al-Kamisykhonawy dan kitab “Al-Fathur Rabbani wal
Faidlur Rahmany” karya Syaikh Abdul Qadir Al-Jilani.
KH. Muhammad Nizam Asshofa lahir
pada 23 oktober 1973, bertempat tingal di jalan Darmo No.1 Simoketawang Wonoayu
Sidoarjo. Beliau juga menjadi seorang pengasuh pondok pesantren Darul Shofa wal
Wafa yang didirikan pada tahun 2009. Secara singkat perjalan pendidikan Gus
Nizam adalah alumni Mi Bahrul Ulum Krian, kemudian beliau melanjutkan
pendidikannya MTsN Krian serta mondok di Kyai Iskandar Umar Abdul Latif di
Pesantren Darul Falah. Setelah beliau tamat MTs beliau memutuskan untuk hijrah
ke Liboyo Kediri untuk melanjutkan pedidikannya, akan tetapi beliau hanya
mengembang selama 1 tahun, kemudian beliau memutuskan untuk merantau ke
Sumatera tepatnya di Aceh tetapi beliau tidak melanjutkan sekolahnya dan
kembali pulau 2 tahun persisnya. Sepulangnya beliau dari merantau, beliau
memutuskan melanjutkan sekolahnya di Jawa Barat tepatnya di Pesantren El-Nur
El-Kasyaf Tambun Bekasi pimpinan Alm. KH. M. Dawam Anwar dan lansung masuk
kelas 2 Aliyah (MA), setelah setahun beliau naik kelas 3.
Pagi sekolah dan siangnya beliau kuliah
karena kalau kelas 3 disana sudah diperbolehkan kuliah. Ketika itu beliau
melanjutkan sampai semester 7 dan berenti. Beliau memutuskan melanjutkan di Al-Azhar Kairo Mesir lantaran mendapatkan
beasiswa dari PBNU tepatnya pada tahun 1995 dan mengambir jurusan Satra Arab.
Selama di Kairo beliau juga aktif menghadiri kegiatan non formal seperti Halqoh
di masjid Al-Azhar dan berkunjung ke guru-guru beliau di Mesir.
2. Corak Pemikiran KH. Muhammad Nizam
Asshofa
KH. Muhammad Nizam Asshofa
memiliki cukup keprihatinan terhadap umat akhir zaman sekarang. Dinilainya
begitu banyak menimbulkan penyimpangan-penyimpangan terhadap kemurnian ajaran agama
islam. Ditambah lagi memiliki pemahaman yang cekak (dangkal) dan mudah
sekali dipengaruhi oleh pihak-pihak yang tak bertanggung jawab. Dengan
ringannya mereka mengecap orang lain kafir. Menjadikan kemurnian ajaran agama
islam menjadi kurang bagus, lebih tepatnya yaitu rahmatanlilalamin. Padahal
dalam islam itu mengajarkan perdamaian serta mengutamakan toleransi dan
silaturahmi. Dengan melihat itu semua beliau sangat ingin sekali menyusun beberapa
kalimat yang bisa menjadikan kedamaian hati atau renungan dari sifat yang
dimiliki oleh umat islam sekarang ini.
3. Karya KH. Muhammad Nizam Asshofa
Karya Gus Nizam yang sampai sekarang dan
banyak terdengar di berbagai penjuru pulau di Indonesia mulai dari musholah
sampai masjid tak lain adalah Syair Tanpo Waton yang banyak kalangan
beranggapan itu adalah karya KH. Abdurrahman Wahid (Gus Dur). Suara Gus Dur
saat muda ini mirip sekali dengan suara khas Gus Nizam cucu dari guru mursyid
tarekat (almarhum) Hadhratus as-Syaikh al-Mukarram KH. Sahlan Thalib,
Krian, Sidoarjo. KH. Sahlan merupakan seorang guru mursyid yang telah
menelorkan beberapa orang wali seperti Almaghfirullah Mbah ‘Ud Pagerwojo,
Sidoarjo dan juga Almaghfirullah KH. Ahmad Bahru Mafdlaluddin Shaleh Al-Mahbub
Rahmat Alam (Pengasuh Ponpes Salafiyah Bihaaru Bahri ‘Asali Fadlaailir Rahmah) Turen,
Malang.
Syair tanpo Waton yag terdiri dari 14
bait ini sejatinya sudah diciptakan jauh hari sebelum Gus Dur wafat pada 30
Desember 2009. Nizam menyebut syair itu tercipta pada 2004. Atau saat usianya
menginjak pada 30 tahun. Penciptaannya pun butuh proses yang tidak pendek.
Beliau mengungkapkan, lirik dan lagunya diciptakan dalam kurun waktu dua minggu.
Syair itu saya ciptakan saat saya sedang berkhalwat (menyepi untuk bermunajat
kepada Allah di dalam kamar. Khalwat itu sendiri sudah menjadi kebiasaan dalam
keluarga saya, paparnya