Pemikiran Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan

Advertisement
Jejak Pendidikan- Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan sebagai seorang pemikir muslim banyak mengeluarkan ide atau gagasan dalam hal ketauhidan. Pemikirannya banyak terinspirasi dari Ibnu Taimiyah, Ibnu Qayyim Al-Jauziyyah, Muhammad Shalih Al-Utsaimin dan Abdul Aziz bin Bazz. Salah satu pemikirannya yang terkenal adalah menjaga teguh pemahaman ahlussunnah dan sekaligus memerangi kesyirikan. Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan menyandarkan dalil-dalil Al-Qur’an dan syarah hadits-hadits yang dibawakan dalam kitab-kitabnya pada pemahaman salafus shalih (pemahaman para shahabat, tabi’in dan tabi’ut tabi’in) serta para ulama ahlussunnah yang mengikuti mereka.

Pembelaannya terhadap aqidah dan sunnah yang murni pun tertuang dalam banyak karyanya, salah satunya adalah kitab At-Tauhid Lish Shaffits Tsalis Al-‘Aliy. Beberapa pemikiran yang dilakukan Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan antara lain sebagai berikut:

a. Pemikiran Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Dalam Pendidikan Tauhid
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan mengemukakan bahwa aqidah adalah taufiqiyah. Artinya tidak bisa ditetapkan kecuali dengan dalil syar’i dan tidak ada medan ijtihad serta berpendapat di dalamnya. Karena itulah sumber-sumbernya terbatas kepada apa yang ada di dalam Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Sebab tidak seorangpun yang lebih mengetahui tentang Allah, tentang apa-apa wajib bagi-Nya dan apa yang harus disucikan dari-Nya melainkan Allah sendiri. Dan tidak seorangpun sesudah Allah yang lebih mengetahui tentang Allah selain Rasulullah SAW. Oleh karena itu manhaj salafus shalih dan para pengikutnya dalam mengambil aqidah terbatas pada Al-Qur’an dan As-Sunnah.

Dalam pendidikan aqidah, Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan merekomendasikan agar pemahaman tentang aqidah semua harus dikembalikan kepada Kitabullah dan Sunnah Rasulullah SAW sebagaimana para salafus shalih mengambil aqidah mereka dari kedua sumber Islam tersebut. Kemudian memberikan perhatian pada pengajaran aqidah shahihah, aqidah salaf di berbagai jenjang pendidikan dan memberi jam pelajaran yang cukup serta mengadakan evaluasi yang ketat dalam menyajikan materi ini.

b. Pemikiran Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Dalam Aspek Ibadah
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan menjelaskan tentang syarat diterimanya suatu ibadah yang menjadi suatu amaliyah sebagai bentuk ketaatan kepada Allah dan RasulNya untuk mencapai derajat taqwa dalam rangka taqarrub (mendekatkan diri) kepada Allah. Agar bisa diterima, ibadah disyaratkan harus benar. Dan ibadah itu menjadi tidak benar kecuali dengan ada syarat:
  • Ikhlas karena Allah semata, bebas dari syirik besar dan syirik kecil.
  • Sesuai dengan tuntunan Rasulullah SAW.


c. Pemikiran Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Dalam Hal Politik
Dalam sebuah dialog, Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan menjawab beberapa pertanyaan yang berkenaan dengan permasalahan yang tengah dihadapi kaum muslimin. Tidak lupa pula beliau juga menerangkan pedoman kaum muslimin dalam menyikapi penguasa muslim atau non muslim yang berdaulat.

Beliau menjelaskan keutamaan memegang teguh jama’ah kaum muslim dan bahaya memecah belah persatuan dan mengacau balaukan jamaah mereka serta tidak lupa beliau jelaskan hukum syar’i yang berkaitan dengan masalah tersebut. 

Berikut ini beberapa pandangan Shalih bin Fauzan bin Abdullah Almengenai politik:
  1. Berpecah belah bukan merupakan ajaran dienul Islam.
  2. Kaum muslimin yang berada dalam satu naungan pemerintahan yang berdaulat wajib memberikan bai’at hanya kepada satu orang pemimpin saja dan tidak dibenarkan adanya bai’at-bai’at lainnya.
  3. Jika ada orang yang berusaha membangkang pemerintahan yang sah dan berusaha memecah belah persatuan kaum muslimin, maka Rasulullah SAW telah memerintahkan waliyul amri beserta kaum muslimin untuk memerangi pembangkangan tersebut.
  4. Pedoman kaum muslimin dalam menghadapi perbedaan pendapat adalah merujuk kepada Kitabullah dan sunnah Rasul-Nya serta petunjuk para salafus shalih , baik dalam persoalan manhaj, dien dan bai’at.
  5. Dakwah kepada agama Allah SWT merupakan kewajiban. Dan memecah belah kaum muslimin bukan merupakan pedoman dakwah. Masing-masing golongan mengklaim dirinyalah yang benar dan selain mereka adalah salah Sebagaimana kondisi yang dapat disaksikan pada hari ini.
  6. Jika penguasa memerintahkan kepada perkara maksiat maka tidak wajib ditaati. Yaitu tidak boleh menuruti perkara maksiat yang diperintahkannya,ketaatan hanya boleh diberikan dalam perkara-perkara ma’ruf bukan maksiat.
  7. Bentuk nasihat kepada pemimpin kaum muslimin ialah dengan mentaati mereka dalam perkara ma’ruf, mendo’akan mereka dan menjelaskan jalan yang benar serta menerangkan kesalahan yang mereka lakukan. Hendaknya nasihat itu diberikan secara rahasia antara mereka dan si pemberi nasihat. (empat mata).

d. Pemikiran Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan Dalam Hal Golongan, Madzhab dan Tokoh
Dalam acara kunjungan resminya ke kota suci Madinah Al-Munawwarah yang diselenggarakan di aula utama Al-Malik Saud kampus Universitas Islam Madinah (UIM) pada hari Senin (17/02/2014), Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan dalam pidatonya di hadapan ribuan mahasiswa Universitas Islam Madinah (UIM) yang berasal dari seluruh dunia beliau mengingatkan para penuntut ilmu agar tidak bersifat fanatik terhadap golongan, madzhab dan tokoh yang mengundang perpecahan.

Ada beberapa penjelasan penting yang beliau jelaskan dalam kunjungan tersebut, diantaranya adalah sebagai berikut:
  • Umat Islam itu satu hizb, satu jamaah yang tidak menerima perpecahan. Janganlah kita saling membelakangi, saling membid’ahkan dan mengkafirkan satu sama lain di antara kita.
  • Ta’assub (fanatisme) terhadap suatu golongan adalah musibah dan adzab, sedangkan berpegang teguh pada tali Allah adalah kewajiban dan kemenangan.
  • Perbedaan pendapat di masalah-masalah furu’iyah mungkin saja terjadi dan solusinya adalah mengembalikan masalah tersebut kepada Al-Quran dan As-Sunnah tanpa ta’assub (fanatisme) kepada pendapat seorang tokoh atau yang lainnya, tetapi kita ber-ta’asub kepada kebenaran yang dibawa oleh syariat.
  • Tujuan umat Islam adalah mencapai kebenaran, bila ada seseorang diantara kita yang salah dinasehati untuk kembali pada kebenaran, dengan penuh hikmah menjaga rasa cinta dan menghindari perdebatan antara kaum muslimin.




Rujukan:
Shalih bin Fauzan bin Abdullah Al-Fauzan, At-Tauhid Lish Shaffil Awwal Al-‘Aliy, (Mesir: Penerbit Darul ‘Aqidah, 1993).

Subscribe to receive free email updates: