Religiusitas dalam Perspektif Islam

Advertisement
Jejak Pendidikan- Dalam Al-Qur’an reigiusitas ini tersirat di surat Al Baqarah ayat 208 yang menjelaskan tentang himbauan kepada umat Islam untuk beragama secara penuh maksudnya disini adalah tidak setengah-setengah. Seorang muslim yang beragama secara penuh, dalam kegiatan atau aktivitas kesehariannya ia menanamkan nilai-nilai ke Islaman baik dalam ruang lingkup ibadah maupun bermu’amalah. Bunyi surat al-Baqarah (2) ayat 208 sebagai berikut:
Hai orang-orang yang beriman, masuklah kamu ke dalam Islam secara keseluruhannya, dan janganlah kamu turut langkah-langkah setan. Sesungguhnya setan itu musuh yang nyata bagimu


Esensi Islam adalah tauhid yang berarti pengesaan terhadap Tuhan yang satu yang menegaskan bahwa dalam hal ini adalah Allah SWT, pencipta yang mutlak dan transenden, penguasa segala yang ada. Allah menguasai dan mengatur seluruh alam ini, dan menjadikan dunia sebagai medan ujian bagi manusia, sebagaimana firman Allah dalam surat Al Mulk (67) ayat 1-2 yang berbunyi:
Maha Suci Allah Yang di tangan-Nya lah segala kerajaan, dan Dia Maha Kuasa atas segala sesuatu, Yang menjadikan mati dan hidup, supaya Dia menguji kamu, siapa di antara kamu yang lebih baik amalnya. Dan Dia Maha Perkasa lagi Maha Pengampun.

Religiusitas dalam Perspektif Islam

Searah dengan pandangan Islam, Glock dan Stark menilai bahwa kepercayaan keagamaan adalah jantungnya dimensi keyakinan.


Rumusan Glock dan Stark mengenai pembagian dimensi religiusitas menjadi lima dimensi tersebut diatas, menurut Nashori Suroso memiliki kesesuaian dengan Islam. Keberagaman dalam Islam tidak hanya diwujudkan dalam bentuk ibadah ritual saja, akan tetapi juga dalam aktivitas-aktivitas lainya sebagai suatu sistem Islam yang mendorong pemeluknya beragama secara kaffah atau menyeluruh.


Nashori Suroso menyatakan bahwa dimensi keyakinan dapat disejajarkan dengan aqidah, dimensi praktik agama disejajarkan dengan syariah dan dimensi pengamalan disejajarkan dengan akhlak, dimensi pengetahuan dengan ilmu dan dimensi pengalaman dengan ihsan (penghayatan). Secara komprehensif, relgiusitas dalam perspektif Islam terdiri dari tiga dimensi dasar, yaitu Islam, Iman, Ihsan.

Anshari dalam bukunya Jamaludin Ancok menyatakan bahwa pada dasarnya Islam dibagi menjadi tiga dimensi, yaitu akidah (Islam), ibadah (syariah), dan akhlak (Ihsan) yang mana ketiga bagian tersebut memiliki hubungan satu sama lainya. Akidah adalah sistem kepercayaan dan dasar bagi ibadah (syariah) dan akhlak.  Menurut Safrilsyah, secara luas ketiga dimensi religiusitas muslim diatas dapat dijelaskan sebagai berikut:

a. Dimensi Akidah
Akidah berasal dari kata aqada yang artinya ikatan dua utas tali dalam satu buhul sehingga menjadi tersambung. Akidah berarti pula janji karena janji merupakan ikatan kesepakatan antara dua orang yang mengadakan perjanjian. Akidah menurut istilah adalah suatu yang mengharuskan hati membenarkannya, yang membuat jiwa tenang dan menjadi kepercayaan yang bersih dari kebimbangan dan keraguan. Pengertian akidah menurut Al-Qur’an adalah keimanan kepada Allah SWT yakni mengakui kewujudan Nya.

Akidah dalam Islam disebut iman. Iman bukan hanya berarti percaya melainkan keyakinan yang mendorong seorang muslim untuk berbuat. Akidah sebagai dasar utama ajaran Islam yang bersumber pada Al-Qur’an dan Sunnah Nabi karena dalam hal yang berkaitan dengan keyakinan. Dasar utama Islam adalah mengucap dua kalimat syahadat, menunaikan shalat lima waktu, berpuasa di bulan Ramadhan, menunaikan zakat dan menunaikan fardhu haji di Makkah.

b. Dimensi Ibadah (syari’ah)
Kata ibadah berasal dari kata ábada, yang biasa diartikan mengabdi, tunduk, taat, dan merendahkan diri. Ibadah adalah usaha untuk mengikuti hukum-hukum dan aturan-aturan Allah SWT dalam menjalankan kehidupan yang sesuai dengan perintah-perintah Nya, mulai akil baligh sampai meninggal dunia. Ibadah merupakan bagian integral dari syariah, sehingga apapun ibadah murni (mahdhah) terbagi menjadi beberapa jenis peribadatan, yaitu sholat, puasa, zakat, dan haji. Dengan kata lain dimensi ibadah dalam penelitian mengacu kepada empat dari lima perkara rukun Islam, yaitu:
  1. shalat lima waktu, baik berjamaah maupun sendirian,
  2. puasa, puasa menurut pengertian bahasa ialah menahan diri dan menjauhi segala sesuatu yang bisa membatalkan secara mutlak. Puasa wajib dilakukan dibulan Ramadhan dan sejumlah puasa sunnah lainnya diluar bulan Ramadhan,
  3. zakat, wajib dikeluarkan zakat fitrah dibulan ramadhan dan beberapa kewajiban zakat lainnya dari harta yang dimiliki oleh setiap muslim,
  4. haji, haji menurut bahasa berarti mengunjungi sesuatu, dan menurut istilah yaitu mengunjungi Baitullah untuk berziarah dan melakukan ibadah.

c. Dimensi akhlak
Akhlak mengandung arti budi pekerti atau pribadi yang bersifat rohaniah seperti sifat-sifat terpuji dan sifat-sifat tercela. Akhlak lahir merupakan perbuatan/perilaku yang ditampakkan, sedangkan akhlak batin adalah perilaku hati misalnya kejujuran, keadilan, kedengkian, kesombongan dan lain-lain.

Pada hakikatnya jiwa selalu menuntut hadirnya kebaikan disegala aspek kehidupan.
Menurut Imam Ghazali, akhlak dalam Islam sering dikaitkan dengan hadis ihsan. Allah SWT memerintahkan manusia agar berbuat ihsan (melakukan kebaikan) untuk mendapat kemenangan dan kebahagiaan. Ihsan berkaitan erat dengan takwa dan amal shaleh.

Dimensi akhlak menunjuk pada beberapa tingkatan muslim berperilaku dimotivasi oleh ajaran-ajaran agamanya, yaitu bagaimana individu berelasi dengan dunianya, terutama dengan manusia lain. Dalam keberislaman, dimensi ini meliputi perilaku suka menolong, bekerjasama, berderma, menyejahterakan dan menumbuh-kembangkan orang lain, menegakkan keadilan dan kebenaran, berperilaku jujur, memaafkan, menjaga lingkungan hidup, menjaga amanat, tidak mencuri, tidak korupsi, tidak menipu, mematuhi norma-norma Islam dalam perilaku seksual, berjuang untuk hidup sukses menurut ukuran Islam, dan sebagainya.

Dari uraian tersebut diatas, dapat kita lihat amal-amal perbuatan seseorang sehari-harinya tidak hanya dilihat dari satu sisi dimensi saja, akan tetapi mencakup keseluruhan dimensi baik yang berupa ideologi, peribadatan, penghayatan, pengetahuan agama dan pengalaman.

Dapat disimpulkan bahwa religiusitas dalam perspektif Islam jauh lebih kompleks, tidak cukup hanya dengan amal dhahir saja namun juga harus dapat mengetahui, memahami serta memaknai ajaran agama Islam dalam aktivitas kehidupan sehari-hari dalam kegiatan ekonomi, sosial politik atau aktivitas apapun sebagai ibadah kepada Allah SWT. Pengabdian secara total ini sebagaimana dijelaskan dalam al Qur’an surat Al-Bayyinah (98) ayat 5 bahwa:
Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama dengan lurus, dan supaya mereka mendirikan salat dan menunaikan zakat; dan yang demikian itulah agama yang lurus.

Rujukan:
  1. Departemen Agama RI, Al-Qur’an dan Terjemahannya: Al Jumanatul Ali Seuntai Mutiara Yang Maha Luhur, (Bandung: CV Penerbit J-Art, 2005),
  2. Jamaludin Ancok & Nashori Suroso, Psikologi Islam: Solusi Islam Atas Problematika Psikologi, (Jakarta: Pustaka Pelajar, 1995),
  3. An Nahlawi , Pendidikan Islam dirumah, Sekolah, Masyarakat, terj.Shihabuddin, (Jakarta: Gema Insani Press, 1995),
  4. Djamaludin Ancok, Psikologi Islami, (Yogyakarta: Pustaka Pelajar, 1994),
  5.  Safrilsyah,dkk., Religiusitas dalam Perspektif Islam, Suatu Kajian Psikologi Agama, (Jurnal Substantia Vol.12, No.2 University Putra Malaysia, 2010), pdf.



Subscribe to receive free email updates: