Konsep Pendidikan Islam Perspektif Ibn Sina

Advertisement
Jejak Pendidikan- Berikut uraian beberapa konsep pendidikan Islam menurut perspektif Ibnu Sina, hal ini telah kami rangkup dari beberapa sumber agar memudahkan bagi para pembaca.

Konsep pendidikan

Pemikiran Ibn Sina tentang pendidikan terkait dengan pemikirannya tentang falsafat ilmu. Menurut Ibn Sina ilmu terbagi menjadi dua, yaitu ilmu yang tak kekal dan ilmu yang kekal (hikmah). Ilmu yang kekal dipandang dari perannya sebagai alat dapat disebut logika. Tapi berdasarkan tujuannya, maka ilmu dapat dibagi menjadi ilmu yang praktis dan yang teoritis. Ilmu teoritis seperti ilmu kealaman, matematika, ilmu ketuhanan dan ilmu Kulli. Sedangkan ilmu yang praktis adalah ilmu akhlak, ilmu pengurusan rumah, ilmu pengurusan kota dan ilmu nabi (shari’ah).

Menurut Hasan Langgulung pemikiran pendidikan Ibn Sina dalam falsafat praktisnya (ilmu praktis) memuat tentang ilmu akhlak, ilmu tentang urusan rumah tangga, politik dan shari’ah. Karya tersebut pada prinsipnya berkaitan dengan cara mengatur dan membimbing manusia dalam berbagai tahap dan sistem. Pembahasan diawali dari pendidikan individu. Yaitu bagaimana seseorang mengendalikan diri (akhlak). Kemudian dilanjutkan dengan bimbingan kepada keluarga (takbiralmanzil), lalu meluas ke masyarakat (tadbir al-madinat) dan akhirnya kepada seluruh umat manusia.

Maka menurut Ibn Sina, pendidikan yang diberikan oleh nabi pada hakikatnya adalah pendidikan kemanusiaan. Disini dapat dilihat bahwa pemikiran pendidikan Ibn Sina bersifat komprehensif. Sementara itu pandangan-pandangan Ibn Sina dalam bidang politik hampir tidak dapat dipisahkan dari pandangannya dalam bidang agama, karena menurutnya hampir semua cabang ilmu keislaman berhubungan dengan politik, ilmu ini selanjutnya ia bagi menjadi empat cabang yaitu ilmu akhlak, ilmu cara mengatur rumah tangga, ilmu tata negara, dan ilmu tentang kenabian. 

baca juga (Biografi Ibnu Sina)

Ilmu politik ini juga masuk dalam ilmu pendidikan, karena ilmu pendidikan merupakan ilmu yang berada pada garis terdepan dalam menyiapkan kader-kader yang siap untuk melaksanakan tugas-tugas pemerintahan.

baca juga (Karya-karya Ibnu Sina)

Dalam pemikiran pendidikannya, Ibn Sina juga telah menguraikan tentang psikologi pendidikan. Hal ini terlihat dari uraiannya mengenai hubungan pendidikan anak dengan tingkat usia, kemauan dan bakat anak dengan mengetahui latar belakang tingkat perkembangan, bakat dan kemauan anak, maka bimbingan yang diberikan kepada anak akan lebih berhasil.

Menurut Ibn Sina adanya kecenderungan manusia untuk memilih pekerjaan yang berbeda dikarenakan di dalam diri manusia terdapat faktor yang tersembunyi yang sukar dipahami dan dimengerti serta sulit untuk di ukur kadarnya. Dengan pandangannya ini terlihat bahwa dalam pemikiran pendidikannya ia telah merintis adanya perbedaan individu (Individual Differences) seperti yang dikenal dunia pendidikan modern sekarang.

Dalam memformulasikan konsep pendidikan, Ibn Sina sangat menekankan pada pendidikan akhlak. Karena pada zaman itu suasana dan kondisi sosial politik pada massanya memang sangat kacau. Ketika itu fitnah terus berkecamuk sehingga kekacauan politik dan pertentangan aliran-aliran madzhab tengah melanda umat Islam. Kondisi yang demikian menunjukkan bahwa betapa bobroknya akhlak kaum muslimin. Padahal bila akhlak suatu bangsa telah rusak, maka bangsa tersebut pasti akan hancur pula. Kondisi sosial yang demikian, baik secara langsung maupun tidak langsung telah berpengaruh terhadap pemikiran pendidikannya.

Selanjutnya Ibn Sina membagi tingkat pendidikan menjadi dua bagian diantaranya adalah:
  1. Tingkat umum. Pada tingkat uni anak dilatih untuk dapat belajar mempersiapkan badan jasmaninya, akal dan jiwanya pada tingkat ini anak diberi pelajaran membaca, menulis, al-Qur’an, masalah-masalah penting dalam agama dasar-dasar bahasa dan sedikit sastra.
  2. Tingkat khusus, pada tingkat ini anak dipersiapkan untuk menuju suatu profesi yaitu mereka dilatih untuk melakukan praktek yang berkaitan dengan masalah kehidupan. Karena jika hanya memiliki rasa ingin tahu saja belum cukup tetapi harus berlatih terus menerus. Di sini Ibn Sina hendak mengarahkan menuju profesi-profesi dan bakat-bakat yang sesuai dengan kemampuan dan cocok dengan kecenderungankecenderungan anak didik.
Tujuan dan sasaran pendidikan
Ibn Sina menerangkan tujuan pendidikan memiliki tiga fungsi yang kesemuanya bersifat normatif. Pertama, tujuan itu menentukan haluan bagi proses pendidikan. Kedua, tujuan itu bukan hanya menentukan haluan yang dituju tetapi juga sekaligus memberikan rangsangan. Ketiga, tujuan itu adalah nilai, dan jika dipandang bernilai, dan jika diinginkan, tentulah akan mendorong anak didik untuk mengeluarkan tenaga yang diperlukan untuk mencapainya.

Tujuan itu mempunyai fungsi untuk menjadi kriteria dalam memulai proses pendidikan.
Berangkat dari pandangan tersebut, Ibn Sina mengemukakan bahwa tujuan pendidikan adalah “pendidikan harus diarahkan pada pengembangan seluruh potensi yang dimiliki oleh seseorang ke arah perkembangannya yang sempurna, yaitu perkembangan fisik, intelektual, dan budi pekerti.”

Selain itu tujuan pendidikan menurut Ibn Sina harus diarahkan pada upaya mempersiapkan seseorang agar dapat hidup di masyarakat secara bersama-sama dengan melakukan pekerjaan atau keahlian yang dipilihnya sesuai dengan bakat, kesiapan, kecenderungan
dan potensi yang dimilikinya.

Tujuan pendidikan juga harus berorientasi memberikan keterampilan-keterampilan kepada anak didiknya. Menurut Ibn Sina hal ini ditujukan pada pendidikan bidang perkayuan, penyablonan, dan sebagainya. Sehingga akan muncul tenaga-tenaga pekerja profesional yang mampu mengerjakan pekerjaan secara profesional. Pendidikan keterampilan ini bertujuan untuk mempersiapkan anak dalam mencari biaya hidup, dalam hal ini Ibn Sina mengintegrasikan antara nilai-nilai idealitas dengan pandangan pragmatis, sebagaimana ia katakan, Jika anak sudah selesai belajar al-Qur’an dan menghafal dasar-dasar gramatika, saat itu amatilah apa yang ia inginkan mengenai pekerjaan, maka arahkanlah ke arah itu.

Oleh karena itu hendaknya mereka mengarahkan pendidikan anak-anak kepada apa yang menjadikan mereka baik, kemudian menuangkan pengetahuan mereka pada prinsip yang ditetapkan yang bersifat khusus. Pemikiran ini juga yang masih sangat relevan pada pendidikan modern ini. Di mana instansi pendidikan, SMK pada khususnya menerapkan atau membekali anak didiknya keterampilanketerampilan yang akan bermanfaat di kemudian hari dan akan menjadi nilai ekonomisnya.

Ibn Sina juga berpendapat seorang anak harus diberikan pendidikan budi pekerti dan kesenian. Dengan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulannya setiap hari dan sehat jiwanya. Dan dengan pendidikan kesenian, seorang anak diharapkan pula dapat mempertajam perasaannya dan meningkatkan daya khayalnya.

Selain itu, tujuan pendidikan yang paling esensial yaitu harus membentuk manusia yang berkepribadian akhlak mulia. Ibn Sina mengemukakan bahwa ukuran akhlak mulia tersebut dijabarkan secara luas yang meliputi segala aspek kehidupan manusia. Aspek-aspek kehidupan yang menjadi syarat bagi terwujudnya suatu sosok pribadi berakhlak mulia meliputi aspek pribadi, sosial, dan spiritual. Ketiganya harus berfungsi secara integral dan komprehensif. Pembentukan akhlak mulia ini juga bertujuan untuk mencapai kebahagiaan (sa’adah).

Kebahagian menurut Ibn Sina dapat diperoleh manusia secara bertahap. Dari tujuan pendidikan yang berkenaan dengan budi pekerti, kesenian, dan perlunya keterampilan sesuai dengan bakat dan minat tentu erat kaitannya dengan perkembangan jiwa seseorang. 

Hal ini menunjukkan bahwa tujuan pendidikan yang bersifat spiritual mendapat penekanan yang lebih. Untuk terciptanya sosok manusia yang berakhlak, maka harus dimulai dari dirinya sendiri, serta ditunjang kesehatan jasmani dan rohani. Bila kondisi ini dimiliki, maka manusia akan mampu menjalankan proses mu’amalah dengan teman pergaulan dan lingkungannya, serta mampu mendekatkan diri kepada Allah, bahkan pada akhirnya mampu melakukan ma’rifat kepada Allah. Kondisi yang demikian merupakan puncak dari tujuan pendidikan manusia.

Mengenai pendidikan yang bersifat jasmani, Ibn Sina mengatakan hendaknya tujuan pendidikan tidak melupakan pembinaan fisik dan segala suatu yang berkaitan dengannya, seperti olahraga, makan, minum, tidur dan menjaga kebersihan. Melalui pendidikan jasmani atau olah raga, seorang anak diarahkan agar terbina pertumbuhan fisiknya dan cerdas otaknya. Sedangkan pendidikan budi pekerti diharapkan seorang anak memiliki kebiasaan bersopan santun dalam pergaulan hidup sehari-hari. Dengan adanya pendidikan kesenian seorang anak diharapkan dapat mempertajam perasaannya dan meningkat daya khayalnya.

Hasan Langgulung berpendapat, salah satu fungsi tujuan pendidikan adalah sebagai alat untuk menentukan haluan pendidikan yang terbagi pada tiga tahap, yaitu tujuan khusus (objectivies), tujuan umum (goals), dan tujuan akhir (aims). Apabila dikaitkan dengan rumusan tujuan pendidikan dari Ibn Sina di atas, maka tujuan akhir adalah “pengembangan
akal”. Sebab menurut Ibn Sina, akal (intellect) adalah puncak dari proses pendidikan.

Jika beberapa pendapat Ibn Sina mengenai tujuan-tujuan pendidikan tersebut dihubungkan dengan satu dan lainnya, maka akan tampak bahwa Ibn Sina memiliki pandangan tentang tujuan pendidikan yang bersifathirarkis-struktural. Artinya bahwa disamping ia memiliki pendapat tentang tujuan yang bersifat universal, juga memiliki tujuan yang bersifat kurikuler atau tiap bidang studi dan tujuan yang bersifat operasional. Selain itu tujuan pendidikan yang dikemukakan Ibnu Sina tersebut tampak didasarkan pada pandangannya tentang insan kamil (manusia yang sempurna). Yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh. Ibn Sina juga ingin tujuan pendidikan universal itu diarahkan kepada terbentuknya manusia yang sempurna.

Ibn Sina memandang, bahwa yang sangat penting dilakukan dalam sistem dunia pendidikan adalah meneliti tingkat kecerdasan, karakteristik dan bakat-bakat yang dimiliki anak, dan memeliharanya dalam rangka menentukan pilihan yang disenangi untuk masa yang akan datang. Jika anak suka mempelajari suatu ilmu secara intelektual dan ilmiah, maka tunjukkan dan arahkan pada hal tersebut, dan berilah kesempatan untuk mempelajari suatu ilmu yang diinginkan. Setiap anak didik akan mudah mempelajari suatu ilmu pengetahuan yang sesuai dengan bakatnya. 

Jika anak dengan mudah mencapai setiap ilmu yang diinginkan, maka anak dengan mudah pula menjadi ahli sastra, ahli ilmu eksak, dokter juga yang lainnya. Intinya yang sesuai dengan kecerdasan dan tingkat intelektualitas anak bersangkutan akan cepat berpengaruh dalam menentukan hasil atau tidaknya seseorang untuk meraih apa yang diinginkannya. Ibn Sina memandang bahwa tujuan pendidikan, terdiri dari dua bagian diantaranya adalah:
  1. lahirnya insan kamil yaitu manusia yang terbina seluruh potensi dirinya secara seimbang dan menyeluruh
  2. kurikulum yang memungkinkan berkembangnya seluruh potensi manusia, meliputi dimensi fisik, intelektual dan jiwa.


Sedangkan mengenai sasaran pendidikan, menurut Ibn Sina, pendidikan dimulai sejak dini yaitu melalui pendidikan individu. Dalam pendidikan individu ini lebih ditekankan pada pendidikan akhlak yaitu bagaimana seseorang dapat mengendalikan akhlaknya. Pada pendidikan individu ini pada hakekatnya masih menjadi tanggung jawab orang tua.

Karena di dalam keluarga anak meniru segala macam akhlak yang dilakukan oleh orang tuanya. Setelah pendidikan individu dilaksanakan, kemudian dilanjutkan pada pendidikan dan bimbingan kepada keluarga. Pendidikan ini masih juga menjadi tanggung jawab kedua orang tuanya. Setelah melalui pendidikan keluarga barulah dilanjutkan pada pendidikan masyarakat dan terakhir pada pendidikan seluruh umat manusia. Di dalam memberikan pendidikan kepada masyarakat dan kepada umat manusia secara umum merupakan tanggung jawab bersama.

Dengan demikian dapat dipahami bahwa pada hakekatnya sasaran pendidikan yang dikemukakan oleh Ibn Sina sama halnya dengan penyampaian dakwah atau pendidikan yang dilakukan oleh Nabi Muhammad SAW. karena menurut Ibn Sina pendidikan yang diberikan oleh Nabi adalah pendidikan kemanusiaan. Dengan konsep pemikiran pendidikan sebagaimana yang telah dijabarkan di atas, menurut Hasan Langgulung bahwa konsep pemikiran Ibn Sina merupakan konsep pendidikan yang lebih komprehensif di dunia pendidikan.

Sasaran pendidikan sebagaimana yang dikemukakan oleh Ibn Sina tersebut sesuai dengan rumusan tujuan yang telah dijabarkan di atas. Di mana tujuan pendidikan pada hakekatnya untuk mencapai kebahagiaan (sa’adah). Kebahagiaan tersebut dapat diklasifikasikan dalam bentuk kebahagiaan pribadi, kebahagiaan rumah tangga, kebahagiaan masyarakat dan yang terpenting adalah kebahagiaan manusia di akherat kelak.

Kebahagiaan tersebut menurut Ibn Sina bisa didapatkan oleh manusia secara bertahap pula, Yakni kebahagiaan keluarga atau rumah tangga hanya dapat tercapai dengan adanya kebahagiaan pribadi. Di mana kebahagiaan pribadi tersebut dapat dicapai melalui kemuliaan akhlak.

Akhlak mulia akan mencerminkan pribadi-pribadi yang baik. Akhlak mencakup Hablu min Allah, Hablu min an-Nas, dan Hablu min al-‘Alam. Ketiga hubungan tersebut tidak dapat dipisahkan. Orang yang mempunyai hubungan baik kepada Allah SWT. tentu ia akan mempunyai akhlak yang baik pula kepada manusia lainnya.


Bahan Rujukan:
  1. Susilawati, “Konsep Pendidikan Islam menurut Al-Ghozali dan Ibn Sina” Jurnal Fokus, Volume 4, Nomor 2 (Desember, 2004),
  2. Hasan Langgulung, Manusia dan Pendidikan, Suatu Analisa Psikologi dan Pendidikan (Jakarta: Al-Husna Zikra, 1995).
  3. Abu ‘Ali al-Husin ibn ‘Ali Ibn Sina, al-Qanun fi al-Tibb, Juz I (Beirut: Dar al- Fikr, 1994)
  4. ‘Ali al-Jumbulati dan Abdul Futuh At-Tuwanisi, Perbandingan Pendidikan Islam, Terj. H.M. Arifin (Jakarta: PT. Rineka Cipta, 1994),
  5. Ahmad D. Marimba, Filsafat Pendidikan Islam (Bandung: PT. Al-Ma’arif, 1990),
  6. Abu ‘Ali al-Husin ibn ‘Ali Ibn Sina, Al-Siyasah fi al-Tarbiyah (Mesir: Dar al-Ma’arif, 1994), 
  7. Samsul Ulum dan Triyo Supriyatno, Tarbiyah Qur’aniyah (Malang: UIN Press, 2006),
  8. Jalaluddin, Filsafat Pendidikan Islam (Jakarta: PT. Raja Grafindo Persada, 1996),
  9. Hasan Langgulung, Asas-Asas Pendidikan (Jakarta: Al-Husnah, 2000),

Subscribe to receive free email updates: