pengertian kecerdasan emosional

Advertisement
JEJAK PENDIDIKAN- Kecerdasan Emosional
Kata emosi secara sederhana bisa didefinisikan sebagai luapan perasaan yang berkembang dan surut dalam waktu singkat, seperti kegembiraan, kesedihan, keharuan, dan kecintaan.[1] Emosi adalah perasaan tertentu yang bergejolak dan dialami seseorang serta berpengaruh pada kehidupan. manusia.[2] Emosi memang sering dikonotasikan sebagai sesuatu yang negatif. Bahkan, pada beberapa budaya, emosi dikaitkan dengan sifat marah seseorang. Daniel Goleman mendefinisikan emosi sebagaimana dikutip oleh Purwa Atmaja Prawira dalam bukunya yang berjudul Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru.
http://fahrizal91.blogspot.co.id/
http://fahrizal91.blogspot.co.id/


Emosi merupakan kekuatan pribadi (personal power) yang memungkinkan manusia mampu berpikir secara keseluruhan, mampu mengenali emosi sendiri dan emosi orang lain serta tahu cara mengekspresikannya dengan tepat.[3] Sedangkan pengertian intelegensi emosi menurut Davies dan rekan-rekannya sebagaimana dikutip oleh Monty P. Satiadarman dan Fidelis E. Waruwu dalam bukunya Mendidik Kecerdasan; Pedoman Bagi Orang Tua dan Guru dalam Mendidik Anak Cerdas adalah sebagai berikut:
Intelegensi emosi adalah kemampuan seseorang untuk mengendalikan emosi dirinya sendiri dan orang lain, membedakan satu emosi dengan lainnya, dan menggunakan informasi tersebut untuk menuntun proses berpikir serta perilaku seseorang.[4] Menurut Reuven Bar-On, sebagaimana yang dikutip oleh Sudirman Tebba dalam bukunya Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat: Kecerdasan emosional sebagai serangkaian kemampuan, kompetensi dan kecakapan non kognitif yang mempengaruhi kemampuan-kemampuan seseorang untuk berhasil mengatasi tuntutan dan tekanan lingkungan.[5]
Definisi kecerdasan emosional juga disampaikan oleh Daniel Goleman dalam bukunya Working With Emotional Intelligence sebagaimana yang terjemahkan oleh Alex Tri Kantjono dalam bukunya Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi: Emotional intelligence atau kecerdasan emosi merujuk kepada kemampuan mengenali perasaan diri sendiri dan perasaan orang lain, kemampuan memotivasi diri sendiri, dan kemampuan mengelola emosi dengan baik pada diri sendiri dan dalam hubungan dengan orang lain. Kecerdasan emosi mencakup kemampuan-kemampuan yang berbeda-beda, tetapi saling melengkapi dengan kecerdasan akademik. Ada lima dasar kecakapan emosi dan sosial dari kecerdasan emosional, yakni:
a.  Kesadaran atas diri sendiri, seperti kepercayaan diri dan apresiasi atas emosi diri.
b.  Pengaturan diri, menangani emosi sedemikian sehingga berdampak positif; peka terhadap kata hati dan sanggup menunda kenikmatan sebelum tercapainya suatu sasaran; mampu pulih kembali dari tekanan emosi.
c.   Motivasi, hasrat untuk menggerakkan dan menuntun menuju sasaran, membantu mengambil inisiatif dan bertindak efektif, dan untuk bertahan menghadapi kegagalan.
d.  Empati, merasakan yang dirasakan orang lain, mampu memahami perspektif mereka, menumbuhkan hubungan saling percaya dan menyelaraskan diri dengan orang-orang.
e.  Keterampilan sosial, menangani emosi dengan baik ketika berhubungan dengan orang lain dan dengan cermat membaca situasi dan jaringan sosial; berinteraksi dengan lancar, menggunakan keterampilan-keterampilan ini untuk mempengaruhi dan memimpin, bermusyawarah dan menyelesaikan perselisihan, dan untuk bekerja sama.[6]
Pada dasarnya, melalui paradigma kecerdasan emosional, emosi kita dapat dikenali, disadari, dikelola, dimotivasi, dan bahkan diarahkan pada kecerdasan;[7]
1.  melalui pengenalan diri terhadap emosi kita terlebih dahulu.
2.  emosi tentu saja tidak cukup sekadar untuk dikenali, tetapi lebih lanjut perlu juga disadari eksistensi kehadirannya dalam mempengaruhi kehidupan emosional kita.
3.  kita lebih bisa mengelola, menguasai, dan bahkan mengendalikan emosi kita.
Kecakapan emosi yang paling sering mengantar orang ke tingkat keberhasilan antara lain:
a.  Insiatif, semangat juang, dan kemampuan menyesuaikan diri.
b.  Pengaruh, kemampuan memimpin tim, dan kesadaran politis
c.   Empati, percaya diri, dan kemampuan mengembangkan orang lain.
Sedangkan dua pembawaan yang paling lazim dijumpai pada mereka yang gagal yakni:[8]
1.  Bersikap kaku: mereka tidak mampu menyesuaikan diri, mereka tidak mampu menerima atau menanggapi dengan baik umpan balik tentang sikap mereka yang perlu diubah atau diperbaiki, mereka tidak mampu mendengarkan atau belajar dari kesalahan.
2.  Hubungan yang buruk: faktor yang paling sering disebut, seperti terlalu mudah melancarkan kritik pedas, tidak peka, atau terlalu menuntut sehingga mereka cenderung dikucilkan.




[1] Tim Penyusun Kamus Pusat Bahasa, Kamus Besar Bahasa Indonesia, (Jakarta: Balai Pustaka, 2005), h. 298
[2] Muzayyin Arifin, Filsafat Pendidikan Islam, (Jakarta: Bumi Aksara, 2003), h. 15.
[3] Purwa Atmaja Prawira, Psikologi Pendidikan dalam Perspektif Baru, (Yogyakarta: Ar- Ruzz Media, 2013), h. 159.
[4]Monty P. Satiadarman dan Fidelis E. Waruwu, Mendidik Kecerdasan..., h. 26.
[5] Sudirman Tebba, Kecerdasan Sufistik Jembatan Menuju Makrifat, (Jakarta: Kencana, 2004), h. 13.
[6] Daniel Goelman, Alih Bahasa, Alex Tri Kantjono Widodo, Kecerdasan Emosi Untuk Mencapai Puncak Prestasi, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2000), h. 512.
[7] Sukidi, Rahasia Sukses Hidup Bahagia Kecerdasan Spiritual; Mengapa SQ Lebih Penting daripada IQ dan EQ, (Jakarta: Gramedia Pustaka Utama, 2002), h. 44.
[8] Hamzah B. Uno, Orientasi Baru..., h. 73.

Subscribe to receive free email updates: