MAKALAH TARIKH TASYRI'

Advertisement
BAB I
PENDAHULUAN
A.  LATARBELAKANG MASALAH
http://fahrizal91.blogspot.co.id/Terhentinya ijtihad pada fase ini dikarenakan ulama berlebihan dan melampaui batas dalam fanatik terhadap mazhab-mazhab salaf ini, mereke mendirikan benteng antara umat dengan nash-nash Al-Qur’an dan sunnah, syariat itu menjadi tulisan-tulisan para fuqaha dan pendapat-pendapatnya, serta kesungguhan umat pada waktu itu hanya sampai pada memahai ucapan para imamnya atau menggali kaidah-kaidahnya. Hingga ijtihadpun telah mereka lupakan hingga selesai dengan penutupan pintunya pada awal abad keempat. Juga pemimpin tidak memberi kebebasab kepada para ulama dalam berijtihad.

B.  RUMUSAN MASALAH

1)   Bagaimanakah perkembangan tasyrik pada periode abad 3 sampai dengan pertengahan abad ke 7?
2)   Faktor apa saja yang mempengaruhi perkembangan tasyrik?
3)   Sebab-sebab apakah yang menyebabkan kemunduran ijtihad?
4)   Bagaimanakah usaha para ulama pada periode ini?

C.  MANFAAT PENULISAN

1)   Menjelaskan perkembangan tasyrik pada periode abad 3 sampai abad 7.
2)   Menjelaskan factor-faktor yang mempengaruhi perkembangan tasyrik.
3)   Menjelaskan sebab-sebab kemunduran ijtihad.
4)   Menjelaskan usaha para ulama pada periode ini.

BAB II
PEMBAHASAN
A.  KEADAAN PERKEMBANGAN TASYRIK
Pada periode ini wilayah kekuasaan islam telah terbagi-bagi dalam beberapa bagian yang setiap bagian dipimpin oleh seorang Amir. Akibat pembagian ini, umat islam tertimpa kelemahan dan kemorosotan dikarenakan negara-negara ini saling berbantah-bantah, banyak terjadi fitnah, ujian berturut-turut, terputusnya berbagai sarana transportasi, memutuskan hubungan, dan permusuhan sesame mulai terjadi.[1]
Pemerintah Abbasiyah memutuskan hubungan dengan Fatimiyah, pemerintahFatimiyah mengutus para da’inya keberbagai negeri islam guna menyiarkan ajakannya, dan Bani Abbasiyah mengadakan pertemuan-pertemuan guna menghinakan keturunan Fatimiyah dan mereka juga mengadakan penyiaran melalui ceramah dan tulisan artikel yang didalamnya terdapat para ulama dan orang-orang terhormat baik secara suka rela maupun secara terpaksa.
Setelah Muhammad Jarir Ath-Thabari wafat pada tahun 531 H tidak ada lagi orang yang menyatakan dirinya sampai pada tingkat ijtihad yang dipilih oleh dirinya sendiri baik dalam berfatwa maupun dalam mengistimbatkan sebuah hukum, mengambil hukum-hukumnya dari Al-Qur’an dan sunnah tanpa terikat dengan pemikiran salah seorang imam bahkan mengurangi hak dirinya, dan menganggap kemampuan dirinya tidak kuat untuk menggali hukum melalui Al-Qur’an dan Sunnah serta mereka bukanlah ahli untuk melihat pada keduanya dan mengistimbat pada keduanya, sehingga diri mereka rela bertaklid dan bersandar pada mazhap Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ibnu Hanbal dan yang  lainnya mazhab yang tersebar pada waktu itu.
Pada periode ini, orang cukup mempelajari kitab-kitab imam tertentu dan mempelajari cara-cara melakukan istimbat hukum-hukum yang dibukukan tersebut. Apabila hal itu telah selesai, maka jadilah ia seorang ulama ahli fikih, dan karangan yang mereka tulis tidak lebih dara ringkasan para orang-orang sebelum mereka. Pada masa ini pula diri seseorang tidak boleh mengeluarkan fatwa dalam sebuah masalah yang hasilnya menyalahi apa yang telah di istimbatkan imamnya, mereka terlalu berlebihan menganggap kehandalan para imam.
Dengan berlebihan dan melampaui batas dalam fanatik terhadap mazhab-mazhab salaf ini, mereke mendirikan benteng antara umat dengan nash-nash Al-Qur’an dan sunnah, syariat itu menjadi tulisan-tulisan para fuqaha dan pendapat-pendapatnya, serta kesungguhan umat pada waktu itu hanya sampai pada memahai ucapan para imamnya atau menggali kaidah-kaidahnya. Hingga ijtihadpun telah mereka lupakan hingga selesai dengan penutupan pintunya pada awal abad keempat.

B.  FAKTOR YANG MEMPENGARUHI PERKEMBANGAN TASYRIK
faktor-faktor atau keadaan yang menyebabkan kemunduran atau kelesuan pemikiran Islam di masa itu adalah hal-hal sebagai berikut:
1)   Kesatuan wilayah Islam yang luas itu, telah retak dengan munculnya beberapa negara baru, baik di Eropa (Spanyol), Afrika Utara, di Kawasan Timur Tengah dan Asia.
2)   Ketidakstabilan politik yang mempengaruh kegiatan pemikiran hukum. Artinya orang tidak bebas mengutarakan pendapatnya.
3)   Pecahnya kesatuan kenegaraan atau pemerintahan itu menyebabkan merosotnya kewibawaan pengendalian perkembangan hukum. Dan bersamaan dengan itu muncul pula orang-orang yang sebenarnya tidak mempunyai kelayakan untuk berijtihad, namun mengeluarkan berbagai garis hukum dalam bentuk fatwa yang membingungkan masyarakat.
4)   Timbullah gejala kelesuan berpikir di mana-mana karena kelesuan berpikir itu, para ahli tidak mampu lagi menghadapi perkembangan keadaan dengan mempergunakan akal pikiran yang merdeka dan bertanggung jawab
Periode taqlid adalah periode dimana semangat ijtihad mutlak para ulama sudah pudar dan berhenti. Semangat kembali kepada sumber-sumber pokok tasyri’, dalam rangka menggali hukum-hukum dari teks al-Quran dan Sunnah dan semangat mengistimbatkan hukum-hukum terhadap suatu masalah yang belum ada ketetapan hukumnya dari nash dengan menggunakan dalil-dalil syara’, sudah pudar dan berhenti. Mereka hanya mengikuti hukum-hukum yang telah dihasilkan oleh imam-imam mujtahid terdahulu.
Periode taqlid ini mulai sekitar pertengahan abad IV H/X M. Pada masa ini pula terdapat beberapa faktor yang mempengaruhi kebangkitan umat Islam dan menghalangi aktivitas mereka dalam pembentukan hukum atau perundang-undangan hingga terjadinya kemandekan. Semangat kebebasan dan kemerdekaan berpikir para ulama sudah mati. Mereka tidak lagi menjadikan al-Quran dan Sunnah sebagai sumber utama, akan tetapi justru mereka sudah merasa puas dengan berpegang kepada fiqh imam-imam mujtahid terdahulu, yakni Abu Hanifah, Malik, Syafi’i, Ahmad bin Hanbal dan rekan-rekannya. Mereka mencurahkan segenap kemampuan mereka untuk memahami kata-kata dan ungkapan-unkapan para imam mujtahid mereka. Dan mereka tidak berusaha mencurahkan segenap kemampuannya untuk memahami nash-nash syariat dan prinsip-prinsipnya yang umum.

C.  SEBAB-SEBAB KEMUNDURAN IJTIHAD

Ada 4 faktor penting yang menyebabkan terhentinya gerakan ijtihad dan suburnya kebiasaan bertaqlid kepada para imam terdahulu, yaitu:[2]
a)    Terpecah-pecahnya Daulah Islamiyah ke dalam beberapa kerajaan yang antara satu dengan yang lainnya saling bermusuhan, saling memfitnah, memasang berbagai perangkap, tipu daya dan pemaksaan dalam rangka meraih kemenangan dan kekuasaan.
b)   Pada pariode ketiga para imam Mujtahid terpolarisasi dalam beberapa golongan. Masing-masing golongan membentuk menjadi aliran hukum tersendiri dan mempunyai khittah tersendiri pula. Misalnya ada kalanya dalam rangka membela dan memperkuat mazhabnya masing-masing dengan cara mengemukakan argumentasi yang melegitimasi kebenaran mazhabnya masing-masing mengedepankan kekeliruan mazhab lain yang dinilai bertentangan dengan mazhabnya.
c)    Umat Islam mengabaikan sistem kekuasaan perundang-undangan, sementara di sisi lain mereka juga tidak mampu merumuskan peraturan yang bisa menjamin agar seseorang tidak ikut berijtihad kecuali yang memang ahli dibidangnya.
Para ulama dilanda krisis moral yang menghambat mereka sehingga tidak bisa sampai pada level orang-orang yang melakukan ijtihad. Di kalangan mereka terjadi saling menghasut dan egois mementingkan diri sendiri.

D.  USAHA PARA ULAMA PADA PERIODE INI

Meskipun para ulama pada periode ini telah merintangi dirinya dalam menetapkannya agar mengikuti imam tertentu dalam penerapan fatwanya, ternyata mereka juga memiliki usaha-usaha yang agung yang dapat mengangkat keadaannya dan meninggikan derajatnya, karena mereka tidak berhenti secara total dengan menghadapi batas taklid secara murni tetapi mereka mengumpulkan atsar-atsar mentarjihkan riwayat-riwayat, mengeluarkan ilat-ilat hukum.
Mereka juga menyusun kitab-kitab untuk menyokong pedapat imam mereka seperti Al-Mahalli, Baihaqi, Ghazali dan Ibnu Taimiyah. Dengan hal itu, mereka telah menghilangkan kesamaran dan ketersembunyian dan mereka mengeluarkan fatwa dalam berbagai masalah yang tidak ada nas dari imamnya. [3]
Mereka mengadakan  tempat-tempat diskusi  dan pertemuan-pertemuan perdebatan pada masa itu, dimana setiap kelompok menguraikan kaidah-kaidah imamnya yang dijadikan sandaran dalam istimbat dan hal yang diisyaratkan dalam pembahasan berbagai hukum hingga sempurna dan kokoh. Misalnya mereka menjelaskan tentang bahagian-bahagian mawaris yang dari 24 bahagian kemudian di aul menjadi 27 bagian.[4] Serta mereka menjelaskan tentang (قرء) quru’.
  
BAB III
PENUTUP
A.  KESIMPULAN
Pada masa ini ulama tidak berani ijtihad dengan sendiri bahkan apabila terdapat masalah baru, mereka menemukan titik temu sebuah masalah dengan cara berijtihad secara bersama. Dan pada masa ini pula para ulama hanya mempelajari ilmu dalam sebuah mazhab secara mendetail saja. Apabila mereka sudah menguasainya maka ia sudah dinamakan dengan ulama, padahal mereka juga memiliki kemampuan untuk berijtihad.
Namun pada fase ini ulama mulai memperjelaskan hukum-hukum yang di kalangan masyarakat masih belum jelas dengan cara mencari akar sebuah masalah. Serta menghapus hukum-hukum yang setelah mencari titik temunya ternyata hukum tersebut melanggar dengan Al-Qur’an dan sunnah.

B.  SARAN
Dalam menulis makalah ini pemakalah sangatlah dangkal pengetahuannya, apalagi masalah terjadinya sebuah hukum fiqih merupakan hal yang paling penting yang harus diketahui oleh seluruh manusia, dan selalu dilakukan oleh setiap manusia.

DAFTAR PUSTAKA
Muhammad Ali As-sayis. Sejarah Fikih Islam. Jakarta: pustaka Al-Kausar
Al-Funani, Zainuddin bin Abdul Azizi Al-Malibari.1979. I’anatudhtalibin, jilid 3. Libanon: Bairud.
Muhammad Khudri. Tarikh Tasyrik Islam. Bandung: Mizan.
Rusy, Ibnu. 1990. Bidayatu Mujtahid Wanihayatul Muqtashid. Semaramg: Toha Putra.





[1] Muhammad Ali As-Sayis, Sejarah Fikih Islam, (Pustaka Al-Kausar: Jakarta). Hal 163
[2] Muhammad Khudri, Tarikh Tasyrik Islam,(mizan: Bandung). Hal 76
[3] Muhammad ali As-sayis…, 167
[4]Zainuddin Al-Malibari. I’anatudhthalibin. Jilid III ( Bairut:Libanon)1979.

Subscribe to receive free email updates: