Permainan Playdough

Advertisement

Permainan

a. Pengertian Bermain dan Permainan
Bermain adalah kegiatan yang anak-anak lakukan sepanjang hari karena bagi anak bermain adalah hidup, dan hidup adalah permainan (Nurani Y. S, 2009 :144). Anak usia dini tidak membedakan antara bermain, belajar dan bekerja. Anak-anak pada umumnya sangat menikmati perminan dan akan terus melakukannya dimanapun mereka memiliki kesempatan. Piaget dalam Nurani YS (2009:144) menyatakan bahwa bermain adalah sesuatu kegiatan yang dilakukan berulang-ulang dan menimbulkan kesenangan/kepuasan bagi seseorang. Sedangkan Parten dalam Nurani YS (2009:144 ) memandang “kegiatan bermain sebagai sarana sosialisasi, diharapkan melalui bermain dapat memberi kesepakatan pada anak bereksplorasi, menemukan, mengekspresikan perasaan, berkreasi, dan belajar secara menyenangkan”. Selain itu kegiatan bermain dapat membantu anak mengenal tentang diri sendiri, dengan siap ia hidup serta tempat dimana ia hidup.

Selanjutnya dockett dan fleern dalam Nurani YS (2004:41-42) berpendapat bahwa bermain merupakan kebutuhan bagi anak, karena melalui bermain anak akan memperoleh pengetahuan yang dapat mengembangkan kemampuan dirinya. Bermain merupakan suatu aktivitas yang khas dan sangat berbeda dengan aktivitas lain seperti belajar dan bekerja yang selalu dilakukan dalam rangka mencapai suatu hasil akhir. Bermain merupakan belajar yang aktif yang melibatkan seluruh pikiran, tubuh, dan spirit. Sampai usia 9 tahun, anak-anak belajar secara optimal ketika mereka terlibat secara total didalam kegiatan. Bermain mengekspresikan dan mengeluarkan aspek-aspek emosional dari pengalaman sehari-hari (Thompson dalam Musfiroh (2005:58). Oleh karena itu kegiatan bermain anak sangat bervariasi, dan setiap kegiatan bermain itu menstimulasi sebagai bagian otak, maka tidak berlebihan jika permainan yang bervariasi dapat dijadikan materi dan cara yang tepat untuk menstimulasi kecerdasan anak. Meskipun tujuan utama bermain adalah untuk bersenang-senang, stimulasi kecerdasan tetaplah menjadi efek positif dari kegiatan tersebut amstrong dalam musfiroh (2005:58).

b. Tahapan Perkembangan Bermain
Menurut Jean Piaget (1962) dalam Mayke S Tedjasaputra (2001 :24) tahapan perkembangan bermain anak usia dini adalah sebagai berikut :

1) Sensory Motor Play (± ¾ bulan 1/2 tahun)
Bermain dimulai pada periode perkembangan kognitif sensori motor, sebelum usia 3-4 bulan, gerakan atau kegiatan anak belum dapat dikategorikan sebagai bermain. Kegiatan bayi hanya merupakan pengulangan dari hal-hal yang dilakukan sebelumnya, dan Piaget menamakannya reproductive assimilation. Pada usia 7-11 bulan kegiatan yang dilakukan anak bukan semata-mata berupa pengulangan, namun sudah disertai dengan variasi. Misalnya anak melihat wajah di balik bantal yan g disingkapkan, anak melakukan terus dengan berbagai variasinya. Pada usia 18 bulan tampak adanya percobaan-percobaan aktif pada kegiatan bermain anak. Contohnya anak yang bermain dengan kaleng bekas dan sepotong kayu, secara tidak sengaja memukul kaleng dari sisi yang berbeda. Ternyata menimbulkan suara berbeda, sehingga dari pengalaman ini ia mendapat pengetahuan baru.

2) Symbolic atau Make Belive Play (±2-7 tahun)
Symbolic atau Make Belive Play merupakan ciri periode pra operasional yang terjadi antara usia 2-7 tahun yang ditandai dengan bermain khayal dan bermain pura-pura. Misalnya menggunakan sapu sebagai kuda-kudaan, menganggap sobekan kertas sebagai uang. Bermain simbolik juga berfungsi untuk mengasimilasikan dan mengkonsilidasikan (menggabungkan) pengalaman emosional anak.

3) Social Play Games with Rules (± 8 tahun-11 tahun)
Dalam bermain tahap yang tertinggi, penggunaan simbol lebih banyak diwarnai oleh nalar, logika yang bersifat obyektif, sejak usia 8-11 tahun anak lebih banyak terlibat dalam kegiatan games with rulers. Kegiatan anak lebih banyak dikendalikan oleh aturan permainan.

4) Games With Rules & Sports (11 tahun keatas)
Olah raga adalah kegiatan bermain yang menyenangkan dan dinikmati anak-anak, walaupun aturannya jauh lebih ketat dan diberlakukan secara kaku dibandingkan dengan permainan yang tergolong games seperti kartu. Karena bukan hanya rasa senang saja yang menjadi tujuan, tetapi ada suatu hasil akhir tertentu seperti ingin menang, memperoleh hasil kerja yang Fungsi Bermain Sigmund Freud sudah mengemukakan bahwa kegiatan bermain memungkinkan tersalurnya dorongan-dorongan instingtual anak dalm meringankan snak pada beban mental. Kegiatan bermain merupakan sarana yang aman yang dapat digunakan untuk mengulang-ulang pelaksanan dorongan-dorongan itu dan juga reaksi-reaksi mental yang mendasarinya.

Wolfgang dan wolfgang (1999:32-37) berpendapat bahwa terdapat sejumlah nilai- nilai dalam bermain (the value of play) yaitu bermain dapat mengembangkan keterampilan sosial, emosional, koknitif. Dalam pembelajaran terdapat berbagai kegiatan yang memiliki dampak dalam perkembangan anak, sehingga dapat di identifikasikan bahwa fungsi bermain antara lain:
  • Berfungsi untuk mencerdaskan otot pikiran.
  • Berfungsi untuk mengasah panca indra.
  • Berfungsi sebagai media terapi.
  • Berfungsi untuk memacu kreatifitas.
  • Berfungsi untuk melatih intelektual.
  • Berfungsi utuk menemukan sesuatu yang baru.
  • Berfungsi untuk melatih empati.


c. Syarat Alat Permainan
Alat permainan adalah sumber belajar yang digunakan anak untuk memenuhi nalurinya. Ketersediaan alat permainan tersebut sangat menunjang terselenggaranya pembelajaran anak secara efektif dan menyenangkan sehingga anak-anak dapat mengembangkan berbagai potensi yang dimilikinya secara optimal.  Dalam pemilihan alat permainan bagi anak usia dini harus mempertimbangkan beberapa persyaratan sebagai berikut:

1) Mudah di bongkar pasang
Alat permainan yang mudah di bongkar dan dipasang serta dapat diperbaiki sendiri lebih ideal dan lebih menarik perhatian anak dibandingkan dengan mainan mobil-mobilan yang dapat bergerak sendiri.

2) Mengembangkan daya fantasi
Alat permainan yang sifatnya mudah dibentuk dan dapat diubah-ubah sangat sesuai untuk mengembangkan daya fantasi anak, yang memberikan kesempatan pada anak untuk mengembangkan dan melatih daya fantasi.

3) Tidak berbahaya
Alat permainan dan perlengkapan belajar bagi anak harus aman dari segi bahan, bentuk dan pewarna yang digunakan tidak membahayakan.

d. Alat permainan
Alat-alat permainan yang dikembangkan memiliki berbagai fungsi dalam mendukung penyelenggaraan proses belajar anak sehingga kegiatan dapat berlangsung dengan baik dan bermakna serta menyenangkan bagi anak. Untuk dapat melihat dan memahami secara lebih mendalam mengenai apakah suatu alat permainan dapat dikategorikan sebagai alat permainan edukatif untuk anak TK atau tidak, terdapat beberapa ciri yang harus dipenuhinya yaitu:
  • Alat permainan tersebut ditujukan untuk anak TK.
  • Difungsikan untuk mengembangkan berbagai perkembangan anak usia Dini.
  • dapat digunakan dengan berbagai cara, bentuk, dan untuk bermacam tujuan aspek pengembangan atau bermanfaat multiguna.
  • Aman atau tidak berbahaya bagi anak
  • Dirancang untuk mendorong aktifitas dan kreatifitas anak.
  • Bersifat konstruktif atau ada sesuatu yang dihasilkan.
  • Mengandung nilai pendidikan.


e. Jenis-jenis permainan
Mildred Parten dalan NS Yuliani (2012:147) adalah ahli yang mempopulerkan teori perilaku bermain sosial. Dalam studinya, Parten mengidentifikasikan 6 tahapan perkembangan bermain anak atau yang lebih dikenal sebagai Parten’s Classic Study of Play, yaitu:

1) Unoccupied play
Pada tahapan ini, anak terlihat tidak bermain seperti yang umumnya dipahami sebagai kegiatan bermain. Anak hanya mengamati kejadian di sekitarnya yang menarik perhatiannya. Apabila tidak ada hal yang menarik, maka anak akan menyibukkan dirinya sendiri. Ia mungkin hanya berdiri di suatu sudut, melihat ke sekeliling ruangan, atau melakukan beberapa gerakan tanpa tujuan tertentu. Jenis bermain semacam ini hanya dilakukan oleh bayi. Jenis bermain ini belum menunjukkan minat anak pada aktivitas atau objek lainnya. Tahapan bermain ini biasanya hanya dilakukan oleh bayi.

2) Solitary play (Bermain Sendiri)
Pada tahapan ini, anak bermain sendiri dan tidak berhubungan dengan permainan teman-temannya. Ia tidakmemperhatikan hal lain yang terjadi. Untuk anak-anak, bermain tidak selalu seperti aktivitas bermain yang dipahami oleh orang dewasa. Ketika ia merasa antusias dan tertarik akan sesuatu, saat itulah anak disebut bermain, walaupun mungkin anak hanya sekedar menggoyangkan badan, menggerakkan jari-jarinya, dll. Pada tahapan ini, anak belum menunjukkan antusiasmenya kepada lingkungan sekitar, khususnya orang lain.Tahapan bermain ini biasanya dilakukan oleh anak usia bayi sampai umur 2 tahun dan menurun di masa-masa selanjutnya.

3) Onlooker play (Pengamat)
Pada tahapan ini, anak melihat atau memperhatikan anak lain yang sedang bermain. Anak-anak mulai memperhatikan lingkungannya. Di sinilah anak mulai mengembangkan kemampuannya untuk memahami bahwa dirinya adalah bagian dari lingkungan. Walaupun anak sudah mulai tertarik dengan aktivitas lain yang diamatinya, anak belum memutuskan untuk bergabung. Dalam tahapan ini anakbiasanya cenderung mempertimbangkan apakah Ia akan bergabung atau tidak.

4) Parrarel play (Bermain Paralel)
Pada tahapan ini, anak bermain terpisah dengan teman-temannya namun menggunakan jenis mainan yang sama ataupun melakukan perilaku yang sama dengan temannya. Anak bahkan sudah berada dalam suatu kelompok walaupun memang tidak ada interaksi di antara mereka. Biasanya mereka mulai tertarik satu sama lain, namun belum merasa nyaman untuk bermain bersama sehingga belum ada satu tujuan yang ingin dicapai bersama. Tahapan bermain ini biasanya dilakukan oleh anak-anak di masa awal sekolah.

5) Associative play (Bermain Asosiatif)
Pada tahapan ini, anak terlibat dalam interaksi sosial dengan sedikit ataubahkan tanpa peraturan. Anak sudah mulai melakukan interaksi yang intens dan bekerja sama. Sudah ada kesamaan tujuan yang ingin dicapai bersama namun biasanya belum ada peraturan. Misalnya melakukan anak melakukan permainan kejar-kejaran, namun seringkali tidak tampak jelas siapa yang mengejar siapa. Tahapan bermain inibiasanya dilakukan oleh sebagian besar masa anak-anak prasekolah.

6) Cooperative play (Bermain Bersama)
Pada tahapan ini, anak memiliki interaksi sosial yang teratur. Kerjasama atau pembagian tugas/peran dalam permainan sudah mulai diterapkan untuk mencapai satu tujuan tertentu. Misalnya, bermain sekolah-sekolahan, membangun rumah-rumahan. Tipe permainan ini yang mendorong timbulnya kompetisi dan kerja sama anak. Tahapan bermain ini biasanya dilakukan oleh anak-anak pada masa sekolah dasar, namun dalam sudah dapat dimainkan oleh anak-anak usia dini bentuk sederhana.

Playdough

Playdough merupakan adonan mainan yang terbuat dari tepung .alat permainan ini aman untuk anak dan dapat mengembangkan seluruh aspek perkembangan anak usia dini. Membuat playdough dapat melatih motorik halus anak usia dini. Anak-anak dapat menggunakan tangan dan peralatan untuk membentuk adonan melalui pengalaman tersebut, anak-anak mengembangkan koordinasi mata,tangan dan ketangkasan serta kekuatan tangan yang dapat menstimulasi perkembangan motorik anak untuk menulis dan mewarnai.

Playdough (play-doh) adalah adonan mainan (play=bermain, dough=adonan) atau plastisin mainan yang merupakan bentuk modern dari mainan tanah liat (lempung). Playdough mudah dimainkan dan disukai oleh balita dan anak-anak. Dengan menggunakan playdough, anak-anak dapat mengekspresikan kreativitas mereka melalui kreasi tiga dimensi. Berikut cara membuat playdough yang higienis dan dengan warna serta aroma yang bisa dipilih sendiri.

Menurut Anggraini dalam Haryani (2014:59) menyatakan permainan playdough adalah salah satu aktifitas yang bermanfaat untuk perkembangan otak anak. Dengan bermain playdough, anak tak hanya memperoleh kesenangan, tapi juga bermanfaat untuk meningkatkan perkembangan otak nya. Dengan playdough, anak-anak bisa membuat bentuk apa pun dengan cetakan, mewarnai plydogh dan mebentuk pola. Playdough adalah salah satu alat permainan edukatif dalam pembelajaran yang termasuk kriteria alat permainan murah dan memiliki nilai fleksibilitas dalam merancang pola-pola yang hendak dibentuk sesuai dengan rencana dan daya imajinasi.

1. Manfaat permainan playdough
Permainan playdogh memiliki manfaat bagi anak yaitu Menurut Jutmika (2012:84) di antaranya adalah sebagai berikut:
  • Melatih kemampuan sensorik. Salah satu cara anak mengenal sesuatu adalah melalui sentuhan. Dengan bermain playdogh, ia belajar tentang tekstur dan cara menciptakan sesuatu.
  • Mengembangkan kemampuan berfikir. Bermain playdogh bisa mengasah kemampuan berfikir anak. Latihlah denagan member contoh cara bermain dan menciptakan sesuatu dengan playdogh.
  • Self esteem. Permainan pladogh adalah permainan yang tanpa aturan sehingga berguna mengembangkan kemampuan imajinasi dan kreativitas anak. Dengan bermain playdogh, ia dapat meningkatkan rasa ingi tahu, sekaligus mengajarkanya tentang problem solving yang berguna meningkatkannya self esteem-nya.
  • Mengasah kemampuan berbahasa. Meremas, berguling membuat bola, dan berputar adalah beberapa kata yang sering di dengar anak saat brmain playdogh. Gunakan kata-kata untuk mendeskripsikan kegiatan bermain playdogh.


Sedangkan Menurut Immanuella F. Rachmani, dkk (Difatiguna, 2015:31) manfaat playdough adalah sebagai berikut:
  • Berkreasi dengan playdough dapat mencerdaskan anak, selain mengasah imajinasi, keterampilan motorik halus, berfikir logis dan sistematis, juga dapat merangsang indera perabanya.
  • Kelenturan dan kelembutan bahan playdough melatih anak mengatur kekuatan otot jari
  • Anak belajar memperlakukan media ini yaitu hanya perlu menekan lembut dan hati-hati. Melalui bermain playdough bisa melatih motorik halus, membangun kekuatan otot tangan anak yang kelak bermanfaat saat belajar menggunakan pensil dan gunting.


Berdasarkan pendapat di atas dapat di simpulkan bahwa permaian playdogh dapat di gunakan untuk mengembangkan kemampuan sensorik, kemampuan berfikir, kemampuan imajinasi, kemampuan kreativitas, kemampuan bahasa dan dapat melatih otot-otot pada jari tangan.

2. Cara membuat playdogh
Bermain playdough adalah salah satu aktivitas yang bermanfaat untuk perkembangan otak anak. Orang tua bisa mengenalkan berbagai macam konsep melalui playdough, antara lain: tekstur, warna, ukuran, serta merangsang kreativitas (anak berlatih untuk menciptakan sesuatu).Adapun cara membuat playdough adalah:

Bahan yang digunakan
  • 5 gelas tepung terigu
  • 1 sdm Garam halus
  • 1 sdm minyak goreng
  • Air secukupnya
  • pewarna makanan


Alat yang dibutuhkan:
  • Berbagai cetakan
  • Pisau plastik
  • Baskom


Cara membuat playdough:
  • Campurkan terigu dan garam dalam sebuah baskom yang cukup besar dan Aduk dengan tangan sampai tercampur.
  • Beri air pada campuran bahan sedikit demi sedikit sambil terus diaduk sampai menjadi adonan yang lembut dengan tekstur halus dan tidak lengket.
  • Beri minyak goreng, lalu adonan diolah lagi sehingga didapatkan adonan yang benar-benar lembut.
  • Bagi adonan sesuai jumlah warna .
  • Ambil satu bagian diberi beberapa tetes pewarna lalu diaduk lagi sampai warna merata. Lakukan hal yang sama terhadap yang lainnya.


Cara bermain dengan media Playdough dalam meningkatkan kemampuan mengenal konsep bilangan dan lambang bilangan :
  • Pilihlah sebuah tema yang akan dimainkan.
  • Buatlah rencana/sekenario.
  • Sediakan media, alat yang diperlukan.
  • Guru memberikan instruksi pada anak untuk membuat angka 0-9.
  • Guru memberikan kebebasan kepada anak untuk membuat bentuk lain
  • Guru memberikan kesempatan pada anak untuk mengurutkan angka yang dibuat.
  • Guru memberikan kesempatan kepada anak menghitung bentuk benda yang dibuat.
  • Guru memberikan kesempatan kepada anak untuk mengelompokan benda, dan mencocokan bilangan pada papan bilangan.


Anik Pamilu (2007:127) menyatakan dengan menggunakan permainan sejenis tanah liat, anak dapat membuat berbagai macam bentuk yang disukai anak. Anak dapat membentuknya menjadi ikan, mobil-mobilan, rumah, pesawat, geometri. Dengan membuat aneka bentuk yang mereka sukai, anak tidak hanya dapat mengekspresikan perasaannya saja, namun juga membebaskan dirinya dari berbagai tekanan yang mengganggunya serta dapat mengekspresikan apa yang telah dipahami. Sehingga menurut penulis bahwa anak-anak dapat diajak menghitung bentuk yang telah dibuat dan dapat mengelompokannya .

Menstimulasi kognisi anak dengan media playdough bisa dilakukan dengan berbagai cara, salah satunya dengan mengklasifikasikan bentuk, warna dan ukuran yang benda-benda yang dibuat dengan media playdough. Bunda juga bisa mengenalkan angka, mengajari berhitung, bahkan mengajari anak menakar, mengelompokan. Playdough juga dapat di buat sendiri agar lebih aman untuk anak-anak.

3. Langkah-langkah Pembelajaran Playdogh
Pendidikan anak usia dini dalam pembelajaran melalui media playdogh, adapun langkah-langkah pembelajaran melalui media plyadogh yaitu:
  • Hari pertama anak belajar meremas playdogh yang belum jadi dan meremas playdogh itu mewarnai, tujuan pembelajaran ini untuk memperkuat otototot kecil pada tangan anak tersebut.
  • Hari kedua anak belajar meniru bentuk dan mencetak bentuk, tujuan pembelajaran ini untuk mengkoordinasikan antara mata dan tangan.
  • Hari ketiga anak belajar membentuk aneka bentuk dan membuat pola dengan menggunakan playdogh sesuai dengan keinginan anak, tujuan pembelajaran ini untuk eksplorasi pada anak tersebut.



4. Kelebihan dan Kekurangan dari Playdough
Menurut Moedjiono 1992 dalam Dwijunianto.wordpress.com (23 Juni 2012) mengatakan bahwa media sederhana tiga dimensi memiliki kelebihan–kelebihan: memberikan pengalaman secara langsung, dan konkrit, tidak adanya verbalisme, obyek dapat ditunjukkan secara utuh baik konstruksinya atau cara kerjanya dari segi struktur organisasi dan alur proses secara jelas. Menurut Dwi Rachmawati (2013) bahwa bermain playdough sangat menyenangkan. Balita bisa meremas, menggulung, atau mencetak berbagai bentuk sesuai dengan imajinasi mereka. Sedangkan kelemahannya tidak dapat membuat obyek yang besar karena membutuhkan ruang besar dan perawatannya rumit.

5. Kaitan Kemampauan Mengenal Konsep Bilangan dan Lambang Bilangan dengan Metode Bermain dengan Media Playdough
Kemampuan mengenal konsep bilangan dan lambang bilangan sangatlah penting bagi anak usia dini karena sesungguhnya matematika telah ada sejak anak masih berada di usia bayi (0-1 tahun). Anak usia dini memperlihatkan kemampuan mengenal konsep bilangan dan lambang bilangan yang ia miliki biasanya dengan keingintahuannya yang tinggi, kemampuan mental yang mengalami perkembangan yang pesat, senang mengelompokan benda berdasarkan bentuk dan ukuran, dan mulai mengenal angka. Oleh karena itu kita sebagai orang tua harus memperhatikan keperluan yang diinginkan oleh seoraang anak atau menjadi fasilitator dan pembimbing bagi anak, agar potensi yang ada di diri anak dapat berkembang sesuai perkembangannya.


Dan sebagai seorang guru, kita perlu hal baru untuk meningkatkan berbagai kemampuan yang telah ada pada anak, dengan memperkenalkan konsep bilangan dan lambang bilangan dengan berbagai cara, salah satunya adalah dengan menggunakan metode bermain dengan media playdough, dengan metode bermain dengan media palydough ini diharapkan anak menjadi lebih tertarik untuk mengenal konsep bilangan dan lambang bilangan karena dengan metode bermain ini dapat menarik perhatian anak, membiarkan anak untuk berkreativitas, memberikan pengalaman langsung pada anak dan kemampuan anak dalam mengenal konsep bilangan dan lambang bilangan dapat meningkat.

Subscribe to receive free email updates: